Apindo Kasih Catatan Penting Terhadap Kenaikan Cukai Rokok

Kenaikan tarif cukai rokok berpotensi ancam konsumsi rokok. Apakah memungkinkan konsumen rokok beralih ke substitusi rokok, seperti vape, atau rokok elektrik lainnya? Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani mengatakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok berpotensi menurunkan konsumsi rokok dan berpotensi menurunkan pangsa pasar industri rokok ke depan.

“Pada suatu titik nanti kalau terus menerus harganya semakin mahal, memang kondisinya akan menurunkan pangsa pasar, jadi semakin mengecil,” kata Hariyadi saat dihubungi theiconomics.com pada Jumat (3/1/2020).

Jika pemerintah melanjutkan tren peningkatan cukai rokok yang cukup ekstrim, Hariyadi mengatakan hal tersebut dapat berpotensi mengurangi penerimaan yang diperoleh pemerintah dari CHT. Ini berpotensi merugikan karena CHT pada saat ini sebagai sumber penerimaan terbesar negara dalam APBN dan belum ada yang dapat menggantikannya.

“Pendapatan dari cukainya (rokok) bisa mencapai sekitar Rp150 hingga Rp160 triliun per tahun. Kalau actionseperti ini diteruskan, konsumsi rokok akan turun karena semakin mahal,” papar Hariyadi.

Adapun mengenai dampak terhadap penjualan atau produksi rokok, Hariyadi masih enggan berkomentar besaran efek kenaikan cukai tersebut. Namun, ia menyoroti konsekuensi yang bakal lahir. Selain penurunan yang akan dialami terhadap penjualan serta produksi rokok, Hariyadi mengatakan rokok ilegal berpotensi semakin marak sebagai imbas dari peningkatan cukai rokok.

Sebagai informasi mulai 1 Januari 2020, pemerintah telah resmi menaikan tarif CHT melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019. Berdasarkan peraturan tersebut, tarif cukai hasil tembakau untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) meningkat 29,95%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84%.