Apindo Nilai Buruh Resah karena Kurang Paham soal Omnibus Law UU Cipta Kerja

0
795
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai keresahan akan Omnibus Law Undang Undang (UU) Cipta Kerja karena kurangnya pemahaman dan penjelasan yang tertera dalam aturan tersebut kepada masyarakat. Masyarakat dinilai kurang paham secara mendalam atas butir-butir dalam setiap pasal di UU tersebut.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, perumusan UU ini sebetulnya ditujukan untuk mengatasi permasalahan penyusutan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Di saat yang sama, laju pertumbuhan angkatan kerja baru tercatat bertambah sebanyak 2 juta orang per tahun.

“Ini membuat pemerintah melihat secara realistis bahwa harus dicari penyebabnya apa, bahwa penyerapan tidak berjalan sesuai harapan,” kata Hariyadi saat menghadiri acara diskusi secara daring, Jumat (9/10).

Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, kata Hariyadi, telah terjadi penyusutan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN), sementara investasi yang selama ini telah masuk kebanyakan merupakan padat modal.

“Inilah yang menjadi keprihatinan bersama, di saat angkatan kerja kita 57% adalah tamatan SMP ke bawah. Kita berharap lapangan kerja yang berkualitas. Untuk capai hal ini, masukan dari dunia usaha juga perlu diperhatikan,” kata Hariyadi.

Baca Juga :   Apindo Beberkan Kompetensi Utama yang Dibutuhkan Dunia Usaha dari Tenaga Kerja

Selain itu, kata Hariyadi, para pengusaha juga memprihatinkan mengenai tingginya biaya tenaga kerja di Indonesia, yang dinilai tidak seimbang dengan produktivitas yang memadai. Kondisi tersebut membuat para pengusaha berkeluh kesah bahwa mereka tidak dapat membuka lapangan kerja yang sesuai dengan harapan.

Karena itu, kata Hariyadi, pihaknya mengimbau agar kaum buruh tidak turun ke jalan untuk menolak pengesahan UU tersebut. Sebab, aksi unjuk rasa dinilai tidak menguntungkan bagi kepentingan kaum buruh sendiri.

Menurut Hariyadi, penyampaian aspirasi buruh seharusnya disalurkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Itu juga sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.

“Karena apapun itu, unjuk rasa di jalan tidak akan mengubah proses legislasi yang berjalan. Sementara yang bisa mengubah adalah gugatan di Mahkamah Konstitusi,” katanya.

 

 

Leave a reply

Iconomics