Dua Dimensi Ini Penting Dalam Melakukan Reformasi Pajak

0
535
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Reformasi perpajakan disebut harus memperhatikan 2 dimensi. Pertama, dimensi pajak sebagai pengumpul pendapatan negara. Kedua, dimensi pajak sebagai alat fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, terkait dimensi pertama, salah satu fungsi utama pajak yakni bagaimana pemerintah mengumpulkan pendapatan bagi negara. Lalu pendapatan negara itu digunakan untuk belanja yang benar dan baik.

“Fungsi dari reformasi pajak untuk mengumpulkan pendapatan tidak boleh hilang. Malah makin hari kita makin ingin perkuat,” kata Suahasil saat menghadiri acara media briefing yang diselenggarakan Kementerian Keuangan secara virtual, Senin (12/10).

Untuk itu, kata Suahasil, pihaknya harus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak antara lain melalui penyederhanaan administrasi, peningkatan kepatuhan, perbaikan teknologi informasi, perbaikan sumber daya manusia (SDM), perbaikan peraturan, dan memperkuat cortex.

Kemudian, dimensi kedua dari reformasi pajak, kata Suahasil, berkaitan dengan fungsi pajak sebagai alat fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik melalui meningkatkan kegiatan konsumsi maupun kegiatan investasi. Hal tersebut dilakukan dengan menyederhanakan prosedur, memperbaiki kepatuhan, menyederhanakan administrasi serta menciptakan insentif pajak sebagai alat fiskal.

Baca Juga :   4 Alasan Gubernur BI Sebut Ekonomi Keuangan Digital Masa Depan Indonesia

Dalam merancang kebijakan pajak, kata Suahasil, harus menemukan keseimbangan yang tepat antara mengumpulkan pendapatan dan mendorong investasi. “Kebijakan juga harus kita tunjukkan membuat Indonesia kompetitif dari negara-negara lain. Tarif pajak kita, lalu kemudian treatment pajak kita harus di-benchmark di dunia internasional dan ditunjukkan kita kompetitif,” kata Suahasil.

Suahasil memastikan bahwa pemerintah ketika membuat insentif pajak untuk mendorong investasi dilakukan secara terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Caranya adalah dengan melakukan estimasi berapa sebenarnya belanja perpajakan pengeluaran pajak kita lakukan. Dengan demikian, memang kita lakukan insentif pajak tapi kita hitung, kita memastikan bahwa yang kita hitung kita bisa dapat manfaatnya untuk perekonomian,” katanya.

 

Leave a reply

Iconomics