Emiten Menara, Tower Bersama Bukukan Pendapatan Rp 1,26 Triliun, Naik 11,57%

0
847
Reporter: Petrus Dabu

Emiten penyewaan menara telekomunikasi independen, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) membukukan pendapatan Rp 1,26 triliun pada tiga bulan pertama 2020 ini. Pendapatan tersebut tumbuh 11,57% year on year, dari Rp 1,13 triliun pada kuartal pertama 2019 lalu.

TBIG memiliki 29.997 penyewaan dan 15.681 sites telekomunikasi per 31 Maret 2020. Sites telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 15.540 menara telekomunikasi dan 141 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 29.856, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,92.

“Pada triwulan pertama 2020, TBIG mencapai pertumbuhan penyewa organik terbesar yang pernah dicapai. Kami menambahkan 1.402 penyewaan kotor, yang terdiri dari 134 sites telekomunikasi dan 1.268 kolokasi. Rasio kolokasi kami terus meningkat dan saat ini berada di 1,92x, disebabkan oleh kuartal yang luar biasa untuk kolokasi. Kami berharap pertumbuhan organik kami tetap kuat untuk membantu Operator dalam memperluas jangkauan jaringan mereka di seluruh negeri,” ujar Hardi Wijaya Liong, CEO TBIG seperti dikutip Iconomics dari siaran pers, Kamis (30/4).

Baca Juga :   Pariwisata Terpukul Karena Covid-19, Surya Semesta Internusa Proyeksikan Pendapatan Tahun Ini Turun 13%

Selain pendapatan yang naik, laba bersih TBIG juga naik. Tercatat jumlah laba bersih pada kuartal pertama 2020 sebesar Rp 228,54 miliar, naik 4,8% year on year dari Rp 218,06 miliar pada kuartal pertama 2019.

“Fokus kami adalah pada pelaksanaan yang tepat waktu untuk menyelesaikan pesanan dan pelayanan berkelanjutan untuk pelanggan telekomunikasi kami, sambil mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan kami menjaga kesehatan karyawan kami selama pandemi Covid-19 global ini. Dengan situasi ini yang terus berkembang, tim manajemen kami berusaha keras untuk menjaga kemampuan kami untuk beroperasi di masa yang tidak pasti ini,” tambah Hardi.

Per 31 Maret 2020, total pinjaman kotor (gross debt) Perseroan, jika bagian pinjaman dalam mata uang dolar AS yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp 21,65 triliun dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp 7,99 triliun.

Dengan saldo kas yang mencapai Rp 798 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp 20,85 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp 7,19 triliun.  Menggunakan EBITDA kuartal pertama 2020 yang disetahunkan, yaitu Rp 4, 34 triliun, rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 1,7x dan pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 4,8x.

Baca Juga :   Kuartal I-2020, Pertumbuhan Pendapatan Indosat Tertinggi Sejak 2018

“Pada kuartal pertama tahun ini, kami berhasil mengakses pasar obligasi dalam mata uang Rupiah dan US$  dengan tingkat bunga yang sangat kompetitif. Di bulan Januari, kami adalah perusahaan Indonesia (non-BUMN) pertama yang berhasil menerbitkan obligasi tanpa peringkat dengan jangka waktu 5 tahun dan bunga 4,25% sebesar US$ 350 juta. Dan di bulan Maret 2020, kami menerbitkan Rp 1,5 triliun Obligasi dalam mata uang Rupiah,” ujar Helmy Yusman Santoso, CFO TBIG.

Helmy menambahkan karena penggunaan dana dari kedua obligasi ini untuk melunasi pinjaman bank yang ada, kedua obligasi memberikan efek netral terhadap leverage TBIG dan memperpanjang jangka waktu rata-rata struktur utang Perseroan.

“Selanjutnya, tingkat leverage kami telah berkurang menjadi 4,8x di kuartal pertama 2020, jauh di bawah batasan obligasi kami untuk tidak lebih dari 6,25x untuk pinjaman kotor (menggunakan kurs lindung nilainya) terhadap EBITDA kuartal terakhir yang disetahunkan,” kata Helmy.

Helmy menambahkan bahkan dengan volatilitas Rupiah pada saat ini, lindung nilai (hedging) Perseroan tetap efektif dan tidak berdampak merugikan terhadap bisnis atau keuangan TBIG.

Baca Juga :   Bukannya Mengencang, Bisnis Dua Emiten Rumah Sakit Ini Malah Ikutan Melemah di Tengah Pandemi

“Kami terus mematuhi strategi konservatif untuk melakukan lindung nilai atas seluruh pinjaman kami dengan instrumen lindung nilai yang sesuai dengan jatuh temponya. Tahun ini, Perusahaan akan melunasi obligasi Rupiah senilai Rp 2,15 triliun dengan menggunakan arus kas operasional yang kuat serta Fasilitas Kredit Revolving yang telah kami miliki,” ujarnya.

Menurut Helmy, kontrak jangka panjang yang terjamin dari pelanggan operator telekomunikasi memastikan arus kas yang kuat dan bertumbuh, yang membuat TBIG berinisiatif untuk selalu memberikan pengembalian kepada pemegang saham.

“Kami juga tetap berencana secara reguler untuk mendistribusikan dividen kepada pemegang saham kami, yang rencananya akan kami umumkan pada RUPST bulan depan,” ujar Helmy.

Leave a reply

Iconomics