Ini yang Dilakukan Pemerintah untuk Tutupi Funding Gap Infrastruktur Senilai Rp 1.435 T

0
207
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menilai perlunya solusi terhadap pembiayaan alternatif untuk menutupi funding gap dalam rangka memperkuat stok sistem infrastruktur Indonesia. Stok sistem infrastruktur Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) disebut masih jauh dibawah standar global.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR Eko D. Heripoerwanto mengatakan, rata-rata stok infrastruktur Indonesia sebesar 43% pada awal 2019 masih jauh dari rata-rata negara-negara lainnya sekitar 70%. Sementara laporan global competitiveness index 2019 dari World Economic Forum, posisi daya saing infrastruktur Indonesia terhadap negara-negara di Asia berada di ranking 72 dari 140 negara dalam penilaian indeks daya saing infrastruktur.

“Dalam wilayah Asean dan Tiongkok posisi indeks daya saing Indonesia berada di posisi ke-5 setelah Singapura Malaysia, Tiongkok dan Thailand. Untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia mutlak membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur yang masif dan terdistribusi merata,” ujar Eko saat memberi sambutan di acara diskusi secara daring, di Jakarta, Sabtu (11/7).

Menurut Eko, proporsi alokasi pembiayaan melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN) hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari pendanaan yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024, atau dikenal sebagai Visium PUPR 2024. Yang dibutuhkan karena itu solusi pembiayaan alternatif untuk menutupi 70% funding gap sebesar Rp 1.435 triliun.

Baca Juga :   OJK: Sektor Keuangan Stabil dan Ada Tanda-Tanda Perbaikan

Salah satu strategi pemerintah, kata Eko, dalam mengembangkan strategi pembiayaan alternatif yakni melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) ataupun skema lain yang dapat menarik investor.

“Pembiayaan dapat menggunakan mekanisme pay as you go atau dengan memanfaatkan uutang dan pasar modal. Sementara delivery proyek dapat dilakukan oleh pemerintah maupun melalui keterlibatan swasta dalam hal ini melalui KPBU ataupun skema lainnya,” kata Eko.

Dalam menjalankan skema KPBU, kata Eko, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Pertama, kesiapan atau readiness dari proyek antara lain ketersediaan lahan maupun kesehatan penyiapan proyek alokasi atau project development facilities (PDF), di mana hanya sekitar 3% dari nilai proyek yang dapat mempengaruhi keberlanjutan proyek.

Kedua, kepastian terkait pengembalian investasi. Apabila risiko demand menjadi concern maka risiko tersebut diambil oleh pemerintah melalui skema availability payment dengan tetap mengubah tarif yang dikumpulkan terpisah. Terakhir, penyederhanaan prosedur atau proses pelaksanaan KPBU di antaranya penggabungan beberapa tahap menjadi satu tahap dalam perencanaan dan penyiapan penyederhanaan proses pengadaan badan usaha pelaksanaan.

Baca Juga :   Di Masa Pandemi, Humas dan Jurnalis Dinilai Penting Bekerja Sama dengan Baik

“Pada era new normal, Kementerian PUPR berkomitmen untuk tetap pembangunan infrastruktur agar perekonomian terus berjalan dengan menggunakan cara-cara yang tidak normatif,” katanya.

Leave a reply

Iconomics