Selain Dapat Apresiasi, Kejagung Ditanyai soal MI, Audit dan Group Bakrie di Kasus Jiwasraya

0
132

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung dalam memproses dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Terlebih Kejaksaan Agung dinilai berani menetapkan 13 manajer investasi (MI) yang dinilai kakap.

“Padahal (keputusan) itu bisa menggoyang pasar. Namun, Jaksa Agung (ST Burhanuddin) dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Ali Mukartono) dapat menenangkan pasar. Korporasi bisa tetap jalan dan beraktivitas,” kata Arteria ketika rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (29/6).

Arteria menuturkan, Kejaksaan Agung semestinya tidak hanya menjerat 13 MI kakap itu. Seharusnya Kejaksaan Agung juga berani menjerat orang-orang yang menjadi bagian dari 13 MI itu.

Adapun 13 itu adalah PT DM/PAC, PT OMI, PT PPI, PT MD, PT PAM, PT MAM, PT MNC, PT GC, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TVI, dan PT SAM. Akan tetapi, perbuatan tersangka baru itu belum dijelaskan secara detail oleh Kejaksaan Agung.

Dari 13 MI itu, Arteria menyebut beberapa nama perusahaan yang dikategorikan sebagai big fish. Semisal, PT MNC Asset Management yang menjadi bagian dari MNC Group. Perusahaan ini telah beroperasional sejak 2000.

Selanjutnya ada Sinarmas Asset Management dan PT OSO Manajemen Investasi yang merupakan anak usaha PT OSO Securities yang sudah beroperasional sejak 2005. Pemiliknya, Oesman Sapta Odang merupakan tokoh politik nasional yang pernah menjadi ketua DPD RI dan ketua umum Partai Hanura.

“Ini besar-besar. Tetapi, dalam rapat sebelumnya Kejaksaan Agung bilang ada 50 MI, lalu, bagaimana sisanya,” tanya Arteria ke Jaksa Agung Burhanuddin.

Baca Juga :   Bendung Penyebaran Corona, Pegadaian Sodorkan Alternatif Layanan Lewat Pegadaian Digital

Arteria dalam kesempatan itu juga menyinggung tentang audit investigasi terhadap Jiwasraya. Yang menjadi pertanyaan mengapa audit terhadap Jiwasraya hanya memuat periode 2016 ke atas. Sementara audit 2016 ke bawah dinilai tidak ada.

Karena itu, kata Arteria, apakah alasan pembatasan periode audit itu seperti yang diungkapkan Benny Tjokrosaputro salah satu terdakwa kasus itu dilakukan karena melibatkan Group Bakrie? Menurut Arteria, Kejaksaan Agung perlu menelusuri lebih jauh pernyataan Benny Tjokro soal Group Bakrie tersebut karena diucapkan di pengadilan.

“Tidak mungkin Benny Tjokro main-main,” kata Arteria.

Berkaitan dengan audit, berdasarkan salinan laporan hasil pemeriksaan atau yang lebih dikenal sebagai audit investigasi yang diperoleh wartawan The Iconomics, perusahaan milik negara ini dalam gambaran umumnya menyebutkan Jiwasraya berada dalam kondisi insolvent pada Maret 2009 .

Pada posisi 31 Desember 2008 disebut terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis senilai Rp 5,7 triliun. Menteri BUMN pada waktu itu lantas mengusulkan upaya penyehatan kepada menteri keuangan dengan penambahan modal sekitar Rp 6 triliun obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas minimum (RBC) 120%. “Namun usulan tersebut tidak terlaksana,” tulis salinan dokumen audit invstigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Masih berdasarkan hasil audit tersebut, pada periode 2008 hingga 2017, Jiwasraya membukukan keuntungan. Namun, pada 2018 dan 2019 membukukan kerugian (unaudited) masing-masing senilai Rp 15,83 triliun dan Rp 18,51 triliun sehingga menyebabkan terjadinya ekuitas negatif per 31 Desember 2019 senilai Rp 28,78 triliun.

Baca Juga :   Anggota Komisi VI Ini Dukung Penambahan Anggaran Indonesia Re, Ini Alasannya

Selain itu, meningkatnya pencairan produk Saving Plan, turunnya pendapatan premi dan lebih kecilnya aset dari total liabilitas mengakibatkan pada posisi per 31 Desember 2019 terdapat utang klaim yang belum terbayar senilai Rp 13,07 triliun. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundangan yang dilakukan pihak-pihak terkait atas proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan investasi saham dan reksa dana di Jiwasraya.

13 Manajer Investasi
Berkaitan dengan 13 MI yang kini menjadi tersangka baru itu, hasil audit investigasi juga menyebut itu terjadi karena persetujuan Hary Prasetyo (terdakwa dan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya), Syahmirwan (terdakwa dan mantan GM Produksi dan Keuangan Jiwasraya) dan Joko Hartono Tirto (terdakwa dan Direktur PT Maxima Integra) selaku pihak terafiliasi dengan Heru Hidayat (terdakwa dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk).

Kerja sama 13 MI dan pihak-pihak yang disebut itu membentuk reksa dana khusus untuk Jiwasraya. Itu dilakukan agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana Jiwasraya dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto.

Akibat penyimpangan tersebut terutama dari pembentukan reksa dana khusus itu menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 12,2 triliun. Soal ini juga sudah disinggung dalam dakwaan dan menyebut mereka mengendalikan 13 MI itu.

Baca Juga :   Jokowi: Penggunaan Produk Dalam Negeri Ditiru AS, Hipmi Perlu Manfaatkan Peluang

Di samping soal MI, dakwaan juga menyebut mantan para petinggi Jiwasraya melanggar Pedoman Investasi saat membeli saham 4 perusahaan. Dalam audit investigasi BPK, 4 perusahaan itu adalah Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT PP Properti Tbk (PPRO), PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR) dan PT SMR Utama Tbk (SMRU).

Divisi Investasi disebut secara formalitas tanpa didasarkan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP). NIKP tersebut disetujui oleh Hendrisman Rahim (mantan Dirut Jiwasraya) dan Hary Prasetyo meskipun diketahui NIKP tersebut disusun secara formalitas. Nilai kerugiannya disebut mencapai sekitar Rp 4,6 triliun.

Berkaitan dengan Group Bakrie itu, Benny Tjokro menilai BPK dengan sengaja membatasi auditnya mulai dari 2008 hingga 2018. Padahal, jika ingin tahu kebenaran tentang kinerja keuangan Jiwasraya, BPK sudah semestinya memeriksa laporan keuangan perusahaan milik negara itu jauh sebelum 2008.

“Pada 2006 Jiwasraya pernah membeli saham-saham milik Group Bakrie. Waktu itu saham-saham Group Bakrie sedang tinggi-tingginya. Bocoran yang saya dapatkan Jiwasraya beli saham Bakrie lebih dari Rp 4 triliun,” tutur Benny Tjokro saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Soal nyangkutnya Jiwasraya dalam saham-saham yang terafiliasi dengan Group Bakrie sudah pernah diberitakan Tempo pada Maret lalu. Berdasarkan sumber anonimnya, Tempo menuliskan, Jiwasraya setidaknya berinvestasi di 10 perusahaan yang terafiliasi dengan Group Bakrie. Jumlahnya pun fantastis.

Leave a reply

Iconomics