Staf Ahli BUMN: Beradaptasi, Kunci UMKM Bertahan di Masa Covid-19

0
805

Secara makro, perekonomian Indonesia terpuruk karena situasi pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian. Pada 2019 rata-rata pertumbuhan ekonomi per triwulan masih di atas 5%. Pada 2020, kendati pada tiwulan I masih tumbuh positif di 2,97%, tapi sudah turun jauh dibanding 2019.

“Selanjutnya triwulan II sudah -5,32%. Dan sekarang masih bertanya-tanya apakah masih negative. Menurut perkiraan pertumbuhan triwulan III akan berada di angka -2,90%. Artinya secara teknis kita akan masuk dalam resesi,” kata Staf Ahli Bidang Keuangan dan Pengembangan UMKM Kementerian BUMN Loto Srinaita Ginting dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Loto mengatakan, dari gambaran makro yang terpuruk karena Covid-19 juga berdampak terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Berdasakan sebuah survei penjualan UMKM turun sekitar 94% karena Covid-19.

Tidak hanya itu, kata Loto, produk UMKM juga mengalami penurunan harga jual. Mungkin karena pasokan yang berlebih tapi permintaan kurang. Ditambah lagi mobilitas terganggu karena adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19.

Baca Juga :   BCA Syariah Berencana Salurkan Pembiayaan kepada UMKM Produktif

Selain harga produk UMKM yang cenderung turun, kata Loto, struktur biaya di masa Covid-19 ini justru mengalami peningkatan. Karena itu, masalah yang dihadapi UMKM bisa dikategorikan berat. Namun, sebelum ada Covid-19, UMKM memang mengalami masalah meliputi permodalan, pemasaran, pembukuan, bahan bakum perizinan dan terbatas inovasi.

“Ini karena tidak ada tim riset dan pengembangan produk. Tapi, apakah UMKM kita menyerah? Sebenarnya dari gambaran tersebut, Indonesia bisa dimasukkan sebagai salah satu negara yang cukup relatif kuat secara ekonomi menghadapi Covid-19,” kata Loto.

Pelaku UMKM, kata Loto, sebenarnya sudah melakukan adaptasi di masa Covid-19. Survei yang dilakukan Mandiri Institute menunjukkan hal tersebut. Survei tersebut memotret langkah UMKM yang telah masuk dalam dunia digital dan yang masih menerapkan strategi konvensional alias offline.

Mandiri Institute menyurvei 320 usaha UMKM di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Hasil survei tersebut menunjukkan 53% UMKM memiliki akses secara online, sementara 43% menggunakan akses secara offline.

Hasilnya, UMKM online relatif lebih mampu bertahan atau memiliki durasi yang lebih panjang, lebih dari 3 bulan. Sementara UMKM dengan offline hanya mampu bertahan kurang dari 3 bulan. Kesimpulannya UMKM online dinilai lebih kuat menghadapi masa pandemi dibanding UMKM offline.

Selama pandemi ini, kata Loto, berdasarkan survei tersebut ada 42% UMKM offline yang berhenti beroperasi. Sedangkan UMKM online hanya 24%. Karena fakta itu, strategi yang perlu dilakukan UMKM offline adalah beralih ke arah digital alias online.

Leave a reply

Iconomics