Tak Semua Emiten Farmasi Makin Sehat di Kala Pandemi

0
1922
Reporter: Petrus Dabu

Pandemi Covid-19 tidak serta merta menjadi berkah bagi industri farmasi tanah air. Sejumlah emiten farmasi bahkan pendapatannya turun. Asosiasi menyebutkan selama pandemi utilitas pabrik farmasi berkurang hingga di bawah 50% sehingga terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Namun, di tengah kondisi yang sulit ini ada juga emiten farmasi dengan performa keuangan yang tetap sehat.

Emiten dengan pertumbuhan pendapatan yang paling tinggi adalah PT Indofarma Tbk (Persero) (INAF). Pendapatan BUMN ini naik 21,28% dari 368,81 miliar menjadi Rp447,3 miliar pada semester I/2020. Dari sisi bottom line, kinerja INAF juga mengalami perbaikan, meski masih membukukan rugi bersih. Rugi bersih berkurang menjadi Rp4,66 miliar dari sebelumnya pada semester I/2019 sebesar Rp24,36 miliar.

Emiten farmasi partikelir Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga membukukan pertumbuhan pendapatan yang positif sepanjang semester I/2020, meski tumbuh tak begitu besar yaitu 3,81%. Pada semester I/2020, total pendapatan KLBF sebesar Rp11,6 triliun, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp11,18 triliun.  Tetapi, KLBF mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang cukup besar yaitu 10,28% menjadi Rp1,39 triliun, dari Rp1,26 triliun pada semester I/2019.

Bernadus Karmin Winata, Direktur Keuangan KLBF mengatakan peningkatan penjualan semester I/2020 didukung oleh Divisi Distribusi & Logistik meraih peningkatan penjualan bersih sebesar 10,1% dari Rp 3,41 triliun menjadi Rp 3,75 triliun serta menyumbang 32,4% terhadap total penjualan bersih Perseroan.  Divisi Produk Kesehatan meraih peningkatan penjualan sebesar 6,6% menjadi Rp 2,07 triliun dengan kontribusi sebesar 17,9% terhadap total penjualan bersih Perseroan.

Baca Juga :   Semester I-2020, Penjualan Matahari Rp2,25 Triliun, Turun 62,13%

Penjualan bersih Divisi Nutrisi tercatat sebesar Rp3,21 triliun pada semester pertama tahun 2020, tumbuh 2,2% dari pencapaian di tahun sebelumnya dan menyumbang 27,7% dari total penjualan bersih Kalbe.

Sedangkan Divisi Obat Resep Perseroan membukukan penurunan penjualan sebesar 4,2% menjadi Rp2,56 triliun, serta menyumbang 22,1% dari total penjualan bersih Kalbe di semester I/2020.

“Walaupun dampak Covid-19 terhadap makroekonomi Indonesia di kuartal kedua tahun 2020 cukup menantang, Perseroan dapat mempertahankan pertumbuhan penjualan dan laba bersih yang positif dan stabil,” kata Bernadus beberapa waktu lalu.

Emiten farmasi plat merah PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) juga membukukan pendapatan yang naik 3,6% dari Rp4,52 triliun menjadi Rp4,69 triliun pada semester I/2020. Laba bersih KAEF juga masih tumbuh positif meski tak begitu besar yaitu 1,72% dari Rp47,75 miliar menjadi Rp48,58 miliar pada semester I/2020.

Pendapatan PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) juga masih tumbuh meski terbilang mini yaitu 0,17% dari Rp121,37 miliar menjadi Rp121,57 miliar pada semester I/2020. Namun, laba bersih PYFA tumbuh signifikan yaitu sebesar 222,78% menjadi Rp5,7 miliar dari Rp1,77 miliar pada semester I/2019.

Sedangkan emiten farmasi yang pendapatannya anjlok adalah PT Merck Tbk (MERK), PT Phapros Tbk (PEHA) dan PT Tempo Scan Pasific Tbk (TSPC).

Baca Juga :   Wamen Pahala Ungkap Harapan untuk Bio Farma di Bawah Kepemimpinan Shadiq Akasya

Merck membukukan pendapatan sebesar Rp282,84 miliar pada semester I/2020, turun 10,72% dari Rp316,79 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Namun, Merck membukukan pertumbuhan laba sebesar 424,78% dari Rp6,12 miliar menjadi Rp32,12 miliar pada semester I/2020.

Pendapatan PT Phapros Tbk (PEHA), anjlok sebesar 17,78% dari Rp552,11 miliar menjadi Rp453,92 miliar pada semester I/2020.  Laba PEHA juga anjlok sebesar 43,71% menjadi Rp26,88 miliar dari Rp47,75 miliar pada semester I/2019.

PT Tempo Scan Pasific Tbk (TSPC), salah satu perusahaan farmasi besar di Indonesia, pada semester I/2020 ini membukukan pendapatan sebesar Rp5,35 triliun, turun 0,11% dari Rp5,36 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Namun, performa bottom line TSCP masih tumbuh positif sebesar 12,1% menjadi Rp370,77 miliar dari Rp330,75 miliar pada semester I/2019.

Tirto Kusnadi, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia mengakui di masa pandemi Covid-19 ini terjadi penurunan kinerja perusahaan farmasi tanah air karena permintaan menurun drastis 50% hingga 60% khususnya untuk obat-obat kebutuhan rumah sakit. “Karena pasien non Covid-19 yang berkunjung ke fasilitas kesehatan menurun dengan drastis,” ujarnya.

Dampaknya, kapasitas produksi perusahaan farmasi di Indonesia pun menjadi idle dengan utilitas hanya mencapai kurang dari 50% selama tiga bulan terakhir. “Karena utilisasi pabrik rendah, sudah mulai terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau merumahkan karyawan,” ujarnya.

Kusnadi memperkirakan ada sekitar 2.000 hingga 3.000 karyawan di industri farmasi yang dirumahkan selama masa pandemi Covid-19. Industri farmasi sendiri menurutnya menyerap 500.000 hingga 700.000 tenaga kerja.

Baca Juga :   Phapros Terus Kembangkan Produk untuk Tingkatkan Profitabilitas

Evie Yulin, Presiden Direktur Merck mengatakan selama pandemi Covid-19, hampir semua rumah sakit pemerintah melayani pasien-pasien Covid-19. Sedangkan jumlah pasien non Covid-19 yang datang ke rumah sakit jumlahnya menurun. Karena itu, dalam jangka pendek akibat Covid-19 ini beberapa bisnis mengalami penurunan contoh bisnis yang terkait dengan fertilitas karena orang cenderung menunda kehamilan sampai kondisi membaik. Demikian juga produk-produk yang terkait dengan ongkologi mengalami penurunan karena pasien menunda treatment.

Meski penjualan pada semester pertama turun, Evie optimis penjualan pada tahun ini tetap akan bagus. Menurutnya produk yang terkait fertilitas yang merupakan salah satu proyek besar Perseroan, akan kembali pulih ke depan setelah sempat lesu selama pandemi. Apalagi pasien yang membutuhkan produk fertilitas ini juga berpacu dengan umur, makin cepat treatment dilakukan akan semakin baik hasilnya. “Kami yakin setelah off beberapa bulan ini akan kembali lagi untuk datang mendapatkan treatment,” ujar Evie.

Demikian juga produk-produk terkait ongkologi, menurutnya pasien kemoterapi juga akan kembali berobat. Selain itu, 20% dari bisnis Perseroan adalah produk yang terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Produk-produk kami diperpanjang sampai Desember di JKN sehingga diharapkan produk-produk ini akan memicu bisnis kita di tahun 2020 ini,” ujarnya.

 

Leave a reply

Iconomics