Tips untuk Pelaku Usaha UMKM agar Bertahan di Masa Covid-19

0
544
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Di masa Covid-19, sekitar 82% pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mengalami tekanan arus kas. Juga cenderung mengalami penurunan omzet akibat menurunnya penjualan, sementara stok menumpuk

Karena itu, kata konsultan bisnis dan CEO Finance Prita Hapsari Ghozie, para pelaku UMKM harus jeli dalam mengelola kondisi keuangan usaha mereka agar dapat bertahan. Ada beberapa tips agr UMKM mampu mengelola keuangan mereka sehingga bisa melewati masa pandemi.

Prita mengatakan, sebagian besar dari UMKM tidak mempunyai ketahanan usaha yang baik jika tidak mempunyai perencanaan keuangan bisnis yang baik. Termasuk menghitung kebutuhan modalnya. Setidaknya ada 3 kebutuhan modal yang perlu dipersiapkan UMKM yaitu modal investasi, modal kerja, dan modal operasional.

“Kenapa UMKM banyak yang terpaksa tutup? Karena tidak punya modal operasional atau tidak sanggup membayar biaya seperti listrik, pegawai, pemasaran, dan seterusnya,” kata Prita saat memberi paparan di acara “Workshop UMKM” secara daring, Jumat (16/10).

Selain memiliki perencanaan keuangan yang baik, menurut Prita, pelaku usaha harus mampu mengelola arus kas dengan baik demi membuat usahanya tahan banting. “Cash is king but cash flow is queen. Kalau arus kas tidak lancar maka kas akan habis. Maka kalau mengelola UMKM tahan banting, pengelolaan cash flow harus benar dan baik,” kata Prita.

Baca Juga :   Topik Keberlanjutan Dinilai Penting di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19

Untuk dapat mengelola arus kas, kata Prita, pelaku usaha harus mampu mengetahui kondisi keuangan bisnisnya. Apakah mereka mampu mencetak laba, atau justru merugi. Terlebih banyak pelaku usaha yang keliru karena dengan omzet yang ada dinilai akan untung, padahal jika memperhitungkan berbagai beban tertentu sebetulnya usahanya merugi.

Karena itu, kata Prita, pelaku usaha harus mempunyai neraca usaha. Agar pelaku usaha dapat mampu mencatat sehingga menyeimbangan nilai aset dengan kewajiban terhadap pinjaman yang dilakukan kepada pihak ketiga seperti perbankan, atau lembaga keuangan lainnya.

“Pada saat mengambil pinjaman, maka harus dihitung kebutuhan pendanaan. Kemudian kalau pinjamannya kebanyakan, bagaimana dampak pada neraca? Kan aneh kalau semuanya dibiayai oleh pinjaman, dan pas pandemi seperti saat ini jadi tidak tahan banting,” katanya.

 

 

Leave a reply

Iconomics