46% Calon Pembeli Ditolak Bank, Ini Strategi Perumnas

0
649
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Perum Perumnas menyebutkan sebanyak 46% dari pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Perumnas ditolak oleh perbankan. Pengajuan KPR oleh calon pembeli ditolak karena tidak lolos Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau dulu dikenal sebagai BI Checking.

Dari banyaknya calon pembeli yang ditolak KPR-nya, Direktur Utama Perumnas Bambang Triwibowo mengakui Perumnas terhambat dalam menjual unit huniannya.

“Yang BI Checking gagal itu 46%, itu sudah pesan ke kami tapi gagal. Padahal rumah sudah dibikin,” katanya.

Dari jumlah pemohon KPR yang ditolak tersebut hampir 70% adalah generasi milenial atau rata-rata berusia di bawah 35 tahun. Direktur Pemasaran Perumnas Anna Kunti Pratiwi mengatakan generasi milenial ini adalah segmen pasar yang paling cocok untuk program subsidi jangka panjang dari Perumnas. Adapun rata-rata tenor cicil minimal 15 hingga 20 tahun.

Anna membeberkan penolakan pengajuan KPR oleh perbankan itu karena beberapa faktor. Antara lain tagihan kartu kredit yang belum lunas. Sebab dalam memberikan kredit, menurut Anna, perbankan memiliki credit scoring. Ketika penghasilan terbatas sementara cicilan banyak, perbankan menolak karena khawatir milenial tak sanggup mencicil.

Baca Juga :   OJK Terbitkan Regulasi Konsolidasi Bank Umum, Bagaimana Nasib Bank Kecil?

“Rata-rata anak muda itu keinginannya macam-macam sehingga ada yang nyicil barang-barang konsumtif lainnya seperti motor, gadget dan lainnya,” tegas Anna di kantor Kementerian BUMN pada Rabu (26/02/2020).

Alasan lainnya, calon pembeli tidak atau belum memiliki pekerjaan formal, misalnya seperti freelancer. Hal tersebut membuat perbankan tak bisa menilai kemampuan mencicil milenial.

Tantangan yang dialami Perumnas tersebut membuat BUMN ini habis akal. Perumnas ‎menjalankan strategi bulksales. Melalui strategi ini, Perumnas akan menggandeng perusahaan yang gaji karyawannya dibayar melalui suatu bank, kemudian bank tersebut akan membiayai KPR karyawan tersebut.

Leave a reply

Iconomics