Bagi Beban Antara Pemerintah dan BI dalam Pembiayaan APBN, Bagaimana Skemanya?

1
571
Reporter: Petrus Dabu

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat ini sedang melakukan finalisasi terkait berbagi beban untuk pembiayaan defisit APBN tahun 2020. Secara umum pemegang otoritas fiskal dan moneter ini sudah sepakat untuk sama-sama menanggung beban defisit APBN akibat dampak pandemi Covid-19.

Bagi beban (burden sharing) ini basisnya adalah postur baru APBN 2020 yang tercantum dalam Peraturan Presiden No 72 tahun 2020 yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Perpres tersebut merupakan revisi atas Perpres No 54 tahun 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dari sisi pendapatan Perpres No 72 tahun 2020 ini menampung hal-hal baru yaitu perluasan dan perpanjangan kebijakan insentif perpajakan untuk dunia usaha. Semula dalam Perpres No 54 tahun 2020, insentif perpajakan untuk dunia usaha ini hanya sampai September 2020, tetapi dalam Perpres No 72 tahun 2020 diperpanjang hingga Desember 2020.

Tak hanya dari sisi pendapatan, sejumlah hal baru juga mempengaruhi sisi belanja seperti subsidi UMKM untuk pembayaran risiko kredit modal kerja UMKM dan perpanjangan bansos tunai dan diskon listrik yang tadinya untuk listrik 3 bulan menjadi 6 bulan dan bansos tunai diperpanjang hingga Desember.

Baca Juga :   BKF: Skema Burden Sharing Pemerintah dan BI Jadi Perhatian Global

Selain itu dari sisi belanja juga ada tambahan Dana Insentif Daerah (DID) dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan untuk belanja penanganan Covid-19 lainnya.

Dus, postur APBN pun berubah lagi. Dari sisi pendapatan semula sebesar Rp 1.760 triliun berubah menjadi Rp1.699 triliun. Pendapatan perpajakan dari Rp1.462 triliun menjadi Rp1.404 triliun, PNB turun Rp3 triliun dari Rp 297 triliun menjadi Rp294 triliun.

Sementara belanja negara membengkak atau naik dari Rp2.613 triliun menjadi Rp2.739 triliun. Belanja pemerintah pusat meningkat terutama untuk alokasi penanganan Covid dari Rp1.851  triliun menjadi Rp1.975 triliun. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga mengalami kenaikan sedikit yaitu dari Rp762 triliun menjadi Rp763,9 triliun.

Kenaikan belanja ini menyebabkan defisit membengkak dari 5,07% terhadap PDB menjadi 6,34% terhadap PDB yaitu dari Rp852,9  triliun menjadi Rp1.039,2 triliun, dengan pembiayaan yang sama dengan defisit tersebut.

“[Postur baru APBN] inilah yang nanti dijadikan basis bagi kami dan Bank Indonesia untuk bicara mengenai burden sharing berdasarkan Perpres No 72 tahun 2020 ini,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (29/6).

Baca Juga :   Menkeu: UU Cipta Kerja Sektor Perpajakan Menentukan Daya Tarik Investasi

Sri mengatakan saat ini, Kementerian Keuangan dan BI sedang membicarakan langkah-langkah  untuk berbagi beban pembiayaan ini. Secara umum, bagi beban ini hanya pada pembiayaan yang sifatnya berhubungan dengan manfaat public good langsung seperti  bidang kesehatan, perlindungan sosial dan dukungan kepada Kementerian dan Lembaga serta  Pemda.

“Kita akan lakukan burden sharing dengan Bank Indonesia yaitu bank Indonesia akan menanggung  mungkin sampai dengan 100% beban bunganya,” ujarnya.

Sri mengungkapkan dari sekitar Rp903,46 triliun keseluruhan dampak Covid-19 di dalam APBN, sebesar Rp397 triliun adalah yang menyangkut kepentingan public yaitu kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan kepada Kementerian/Lembaga dan pemda untuk mendukung sektoral seperti ketahanan pangan dan lain-lain.

Sedangkan pembiayaan yang sifatnya lebih kepada non public tetapi kepada dunia usaha seperti UMKM, korporasi atau pun BUMN nilainya sekitar Rp505 triliun. Pembiayaan non public ini ditanggung oleh pemerintah.

“Kami telah menyampaikan kepada Bank Indonesia yang sifatnya manfaat public ditanggung oleh Bank Indonesia 100% bunganya. Untuk yang non public kita akan menggunakan seperti yang disampaikan oleh Pak Gubernur kepada kami diskon 1% dari BI 7 Day Reserve Repo Rate,” ujarnya.

Baca Juga :   Menkeu Beberkan Anggaran Perlinsos 2024 di Sidang MK, Begini Peruntukannya

Sri mengatakan berdasarkan kalkulasi bersama dengan Bank Indonesia, sebanyak  53,9% total beban bunga ini akan ditanggung oleh Bank Indonesia. “Dengan asumsi kalau suku bunga market rate sekarang adalah 7,35%, berarti Rp 66,5 triliun untuk per tahunnya untuk SBN 10 tahun kami,” ujarnya.

Namun, skema tersebut tambahnya masih dalam finalisasi terutama mengenai komponen perhitungan dan berapa jumlah yang diterbitkan ke pasar dan berapa yang menjadi private placement dari BI.

Pada tempat yang sama Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan koordinasi yang erat terus dilakukan antara BI dan Kementerian Keuangan mengenai burden sharing ini.

“Bank Indonesia siap untuk burden sharing untuk menanggung tidak hanya pendanaan tetapi juga bebannya secara lebih besar,” ujar Perry.

Perry mengatakan BI mempertimbangkan untuk juga berbagi beban untuk pembiayaan korporasi dan  UMKM. “Tentu saja secara detilnya ibu Menteri keuangan dan saya sudah janjian untuk segera menindaklanjutinya,” ujar Perry.

Perry mengatakan untuk kupon SBN sendiri malah bisa hemat dari Rp67 triliun menjadi Rp50 triliun. “Jadi pemerintah sendiri ada cost saving yang bunganya semula Rp67 triliun menjadi Rp50 triliun,” ujarnya.

1 comment

Leave a reply

Iconomics