Inflasi Rendah, Karena Efisiensi Produksi dan Distribusi atau Karena Daya Beli yang Lemah?

0
579
Reporter: Petrus Dabu

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulanan pada Februari lalu mencapai 0,28%, sedangkan inflasi tahunan sebesar 2,76%.

Inflasi pada Februari ini lebih rendah dibandingkan pada Januari lalu yang mencapai 0,39%. Tetapi, lebih tinggi dibandingkan Februari tahun lalu yang mengalami deflasi 0,08%.

BPS menyampaikan penyebab inflasi pada Februari terutama di sebabkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,95%.

Meski terjadi inflasi pada Februari lalu, tetapi angka inflasi ini baik bulanan maupun tahunan relatif terjadi di level yang rendah.

Inflasi yang rendah ini tentu hal yang menggembirakan. Artinya, harga barang dan jasa tidak begitu bergejolak atau volatile. Tetapi, apakah rendahnya inflasi ini menunjukkan produksi dan distribusi barang dan jasa di negara kita ini sudah efisien? Atau justru terjadi karena daya beli masyarakat sedang mengalami kelesuhan.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan berdasarkan kajian Bank Indonesia penyebab inflasi rendah ini terjadi karena gabungan dua faktor teresebut. Selain karena efisiensi di sisi produksi dan distribusi, tetapi juga karena faktor daya beli masyarakat yang lesu.

Baca Juga :   Pemerintah dan BI Sepakati 5 Langkah Menjaga Inflasi 2023, Apa Saja Langkahnya?

“Jadi di satu sisi demand side kita memang lagi rendah, konsumsi rumah tangga kita mencapai  the lowest-nya di 2019, di bawah 5% yaitu 4,97%. Itu satu hal. Tetapi ada hal yang lain yang ternyata buat kami jadi lebih confindence bahwa inflasi ke depan akan bisa kita pertahankan pada level yang rendah,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Faktor-faktor tersebut, jelasnya, adalah karena peran tim pemantau inflasi baik di pusat maupun di daerah. Menurutnya keberadaan tim pemangtau inflasi ini sangat efektif untuk menekan inflasi.

“Karena kita melihat  langsung sumber-sumber apa yang menyebabkan inflasi itu meningkat. Dan ternyata memang masih makanan. Masih urusan perut,volatile food,” ujarnya.

Untuk mengatasi volatilitas harga bahan makanan ini, BI dan tim pengendali inflasi di daerah bersama pemerintah daerah mendorong dan mengedukasi masyarakat untuk menanam cabe, bawang putih, bawang merah serta komoditas pertanian lainnya yang sering menjadi pemicu inflasi tinggi.

Selain peran tim pengendali inflasi, inflasi rendah menurut Destry juga terjadi karena sistem ekonomi sekarang makin transparan. “Dengan adanya mart-mart, apakah Indomaret, Alafamart dan hypermart, harga itu menjadi lebih terstandar. Jadi, di luar pun di pasar-pasar rakayat akhirnya mengikuti harga itu,” ujarnya.

Baca Juga :   Respons Dunia Usaha Indonesia Terhadap Inflasi dan Rantai Pasok

Faktor ketiga yang menyebabkan inflasi rendah, menurutnya adalah perkembangan ekonomi digital. Adanya marketplace membuat ekonomi kian transparan dan orang bisa membandingkan suatu harga dengan yang lainnya. “Akhirnya Terciptalah suatu harga yang optimal dalam hal ini adalah makin efisien,” ujarnya.

Karena itu, Destry mengatakan Bank Indonesia optimis ke depan inflasi Indonesia bisa tetap dijaga pada level yang rendah. “Kami dari Bank Indonesia masih confidence bahwa inflasi itu bisa kita maintain pada level yang cukup rendah,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics