Ini Peran OJK Dalam Menangani Kasus Gagal Bayar Seperti Perusahaan Asuransi

0
553
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperkuat kebijakan dan ketentuan berkaitan dengan fungsi lembaga menjaga stabilitas keuangan termasuk membenahi kaidah prudensial di lembaga keuangan non-bank (LKNB). Aspek yang perlu diperhatikan LKNB terkait dengan mengelola aset dan liabilitas perusahaan secara berhati-hati karena adanya beberapa asuransi yang mengalami gagal bayar.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, suatu lembaga keuangan tentunya mempunyai kewajiban kepada penyimpan dana. Dengan demikian, aspek terkait besaran kewajiban klaim, kapan jatuh tempo, besaran nilai manfaat yang akan jatuh tempo dapat diperhitungkan.

Asset liability management sangat penting. Kita mempunyai kewajiban kepada penyimpan dana dalam bentuk apapun, ini harus kita hitung. Kemudian uang kita berapa? Sedangkan kita harus memenuhi kewajiban jumlah tertentu kapan? Hal ini bisa di-link and match sehingga kalau kurang apa yang harus kita lakukan. Ini liquidity management,” kata Wimboh dalam wawancaranya dengan salah satu stasiun televisi nasional, Jumat (11/7).

Jika suatu perusahaan tidak dapat memperhitungkan hal tersebut dengan benar, kata Wimboh, maka dapat menyebabkan risiko likuiditas kepada perusahaan. Suatu LKNB juga harus mampu memperhitungkan besaran kewajiban dari suatu produk yang akan perlu dibayar kepada nasabah dalam suatu waktu, serta bagaimana menghasilkan hasil imbalan yang dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Baca Juga :   Bagaimana Upaya OJK Meningkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia?

“Jangan sampai return yang kita generate lebih rendah dari itu (kewajiban). Kalau men-generate return lebih rendah dari itu namanya ada price gap, ada rugi. Kalau suku bunga bayar 12%, investasinya dapatnya hanya 5-6% itu pasti terakumulasi,  ada gap negative dari return. Ini bahaya dan ini kita sebut price risk,” kata Wimboh.

Apabila suatu perusahaan LKNB mengalami permasalahan dalam memenuhi kewajibannya, kata Wimboh, maka OJK akan minta pertanggungjawaban kepada manajemen serta pemilik agar dapat menyelesaikan permasalahan liquidity gap secara jangka pendek lalu bagaimana memastikan keberlangsungan usaha.

Soal kasus gagal bayar klaim oleh Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan Asuransi Jiwasraya, Wimboh memastikan OJK telah menyampaikan kepada pemilik, baik melalui manajemen direksi, maupun Badan Perwakilan Anggota (BPA) untuk mencari suatu solusi dan melaporkannya kepada otoritas, dan para pemangku kepentingan lainnya.

Otoritas, kata Wimboh, tidak bisa memikirkan solusi atas permasalahan likuiditas perusahaan. Peran tersebut harus dijalankan oleh pengurus bersama dengan pemilik perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada nasabah, maka OJK akan enforce sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga :   Hari Ibu, OJK Dorong Partisipasi Perempuan Sebagai Investor Pasar Modal

“Khusus jiwasraya kita sudah sampaikan kepada pemilik untuk mengambil solusi dan tentunya dilaporkan kepada kita dan stakeholder lainnya. Bumiputera kita minta ke pemilik melalui BPA-nya untuk menyelesaikan itu, peran otoritas hanya itu. Otoritas tidak bisa cari solusi bagaimana supaya likuiditas bisa selesai, itu peran pengurus dan pemilik, otoritas hanya perintah, dan kasih waktu,” katanya.

Leave a reply

Iconomics