Kemenlu: Palm Oil Free Tidak Hanya Rugikan Industri Tapi Juga Reputasi Indonesia

0
686

Kementerian Luar Negeri menilai aksi maupun kampanye Palm Oil Free (POF) merugikan industri kelapa sawit. Adapun secara strategis juga akan merusak reputasi Indonesia yang notabene penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

“Dalam perspektifnya POF tentu saja tidak baik atau merugikan industri kelapa sawit. Namun pada konteksnya, secara stategis yang dirugikan bukan semata-mata stakeholder sawit tetapi Republik Indonesia karena dibelakangnya adalah persepsi dan informasi yang menyesatkan, dan merugikan baik reputasi Indonesia secara umum maupun pemerintah, regulator, serta berbagai pihak tentu yang melakukan penegakan hukum,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam siaran pers.

Sebelumnya, isu label POF merupakan isu seputar kesehatan seperti saturated fatyang telah dibantah secara ilmiah sehingga apabila dilakukan dengan alasan demikian maka akan menyesatkan konsumen. Pada akselerasinya, POF dikaitkan dengan isu deforestasi yang digulirkan dan dimanfaatkan oleh beberapa pihak.

Mahendra menjelaskan tren POF di luar negeri dilatarbelakangi dan didorong oleh beberapa faktor diantaranya adanya idealisme suatu kelompok tertentu, sikap proteksionisme dari para ekstrimis sayap kanan dan juga kepentingan-kepentingan marketing yang mengambil peluang demi kepentingan pasar.

Baca Juga :   Cari Talenta Muda, Sinar Mas Agribusiness and Food Beri Beasiswa

“Saya yakin pasar Indonesia juga memiliki beberapa idealisme serupa, namun kita bersyukur Badan POM yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas memahami posisi strategis produk kelapa sawit,” kata Mahendra.

Deputi III Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Reri Indriani membeberkan secara hukum, label POF bertentangan dengan pasal 67 poin I peraturan BPOM no.31 tahun 2008 tentang Label Pangan Olahan, dimana “Pelaku Usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim dan/atau visualisasi yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa pihak lain.”

Adanya berbagai persoalan tersebut, Mahendra menegaskan perlunya strategi sistematis untuk menghadapi kampanye-kampanye anti kelapa sawit. Ia menjelaskan pada level multilateral, pemerintah Indonesia telah melayangkan tuntutan melalui WTO terhadap Uni Eropa pada kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang saat ini memasuki tahapan penetapan panelist di settlement body. Tidak hanya itu, Indonesia juga mengajukan inisiatif penetapan Sustainable Development Goals Standard of Vegetable Oil dalam rangka menselaraskan standar untuk seluruh minyak nabati. Sementara pada tingkat regional, isu diskriminasi kelapa sawit telah merenggangkan hubungan Uni Eropa dan ASEAN.

Baca Juga :   Harga Referensi Naik, BK CPO Februari 2021 Naik

“Pertama dalam sejarah hubungan Uni Eropa dan ASEAN akan ditunda peningkatannya karena diskriminasi yang dilakukan terhadap sawit. Seluruh anggota ASEAN bersatu demi sawit,” ujar Mahendra.

Saat ini, Indonesia bersama dengan Inggris sedang melakukan perundingan untuk menerapkan due dilligence pada proses perdagangan internasional bagi beberapa komoditas salah satunya kelapa sawit. Namun untuk menerapkan sistem yang adil, maka Indonesia akan mengusulkan penetapan acuan standar atau sertifikasi yang nantinya akan diterapkan tidak hanya untuk Indonesia namun juga pihak Inggris.

Leave a reply

Iconomics