Kredit Turun 14,6% pada Semester I-2020, Maybank Indonesia Tetap Selektif Salurkan Kredit Baru

0
490
Reporter: Petrus Dabu

PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) tetap mempertahankan strategi konservatif dalam menyalurkan kredit baru hingga akhir tahun nanti. Pada semester pertama 2020 ini, penyaluran kredit bank yang menjadi bagian dari Malayan Banking Berhad (Maybank) ini turun 14,6% menjadi Rp115,7 triliun.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan selama pandemi Covid-19, Maybank Indonesia tentu tidak berhenti menyalurkan kredit. “Tetapi kita tetap menyalurkan kepada debitur-debutur yang usahanya terdampak secara minimal oleh pandemi atau bahkan tidak terdampak oleh pandemi,” ujarnya saat paparan publik virtual, Kamis (24/9).

Taswin mengatakan masih banyak segmen bisnis yang tidak terdampak Covid-19 khususnya lini usaha yang bergerak di bidang kebutuahan dasar masyarakat, baik di sisi manufakturnya maupun distribusinya. Bahkan untuk kebutuhan dasar seperti baju juga masih berjalan cukup baik karena banyak pelaku usaha di Indonesia yang sudah beralih ke penjualan digital sebelum pandemi.

“Kalau kami pandang tidak terdampak atau minimal sekali dampaknya risk appetite-nya tetap ada untuk kredit baru di sana,” ujarnya.

Thilagavathy Nadason, Direktur Keuangan Maybank Indonesia mengatakan dibandingkan tahun 2019, pertumbuhan kredit Maybank Indonesia sepanjang tahun 2020 ini diproyeksikan sekitar 2% hingga 5%. Namun, target tersebut juga sangat tergantung pada perkembanan Covid-19 ke depan dan respons kebijakan pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang saat ini kembali diterapkan di Jakarta. Pada awal tahun sebelum Covid-19, Maybank Indonesia meproyeksikan pertumbuhan kredit sebesar 8% hingga 9%.

Dari sisi kualitas kredit, per Juni 2020 lalu rasio Non Performing Loan (NPL) gross Maybank Indonesia sebesar 4,99%, mengalami kenaikan dari 3,33% per akhir Desember 2020 lalu. Effendy Hengky, Direktur Manajemen Risiko mengatakan meski ada POJK N0.11/2020, Maybank tidak menerapkannya pada semua debitur. “Tetapi kita lebih melihat case by case. Kita benar-benar melihat, kalau memang masih punya prospek usaha dan usahnya masih berjalan itu kita akan restrukturisasi. Tetapi kalau di saat yang sama usahaya sudah berhenti atau bahkan sebelum Covid dia sudah bermasalah, kita tidak akan entertain di dalam restrukturisasi itu,” ujar Effendy.

Baca Juga :   Jalin Kemitraan Strategis dengan Komunitas, Perbankan Syariah Maybank Perluas Jangkauan

Effendy mengungkapkan debutur Maybank yang bermasalah saat ini kebanyakan di sektor manufaktur terutama yang dari sisi suplai tergantung impor dan produknya yang dihasilkannya bukan termasuk kebutuhan dasar (basic need).

“Kalau manufaktur basic need dalam arti consumer good itu masih enggak ada masalah. Tetapi kalau dia produk bukan basic need itu, penjualannya juga banyak bermasalah apalagi yang export oriented karena demand dari luar juga menurun. Itu lebih banyak ke sektor-sektor manufaktur yang di luar food and beverage,” ujarnya.

Thilagavathy Nadason menambahkan kenaikan NPL Maybank Indonesia terjadi selain karena tidak menerapakan restrkturisasi ke semua debitur, juga terjadi karena penurunan kredit yang mencapai hampir 15%.

Untuk perkiraan NPL hingga akhir tahun, Effendy mengatakan diperkirakan sedikit di bawah 4,99%.

Hingga 22 September 2020, Maybank Indonesia telah menyetujui restrukturisasi senilai sekitar Rp14 triliun, dari potensi Rp19 triliun debitur yang terdampak Covid-19. “Jadi masih ada sekitar Rp5 triliun yang masih dalam proses. Itu yang saya katakana di awal tadi tidak semua debitur terdampak akan kita restrukturisasi karena kita akan melihat case by case, apakah masih punya prospek usaha ke depan, apakah bisnisnya masih berjalan,” ujar Effendy.

Baca Juga :   Maybank Indonesia Catat Laba Sebelum Pajak Naik 34,1% Menjadi Rp1,27 triliun Pada Semester Pertama 2023

Meski terjadi penurunan kredit pada semester pertama 2020, tetapi secara umum kinerja keuangan Maybank Indonesia masih positif di tengah tantangan ekonomi yang berat akibat pandemi.Laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) naik sebesar 7% menjadi Rp809,7 miliar. Kinerja didukung oleh peningkatan pendapatan non bunga (fee based income) dan pengelolaan biaya strategis secara berkelanjutan (sustained strategic cost management).

Perseroan mencatat kenaikan pendapatan fee based sebesar 1,4% menjadi Rp1,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana terdapat pendapatan fee non rutin sebesar Rp 101,0 miliar dari hasil penyelesaian arbitrase domestik. Bila pendapatan fee non rutin tersebut tidak diperhitungkan, maka Perseroan mencatat kenaikan fee 11,0% yang berasal dari fee Global Market, bancassurance dan Wealth Management, serta biaya transaksi e-channel.

Profil pendanaan Perseroan terus menguat seperti tercermin dari peningkatan rasio CASA (dana murah) dari 33,1% pada Juni 2019 menjadi 40% pada Juni 2020, dimana tabungan meningkat sebesar 9,9%. Peningkatan CASA merupakan hasil penerapan strategi untuk mengurangi pendanaan berbiaya tinggi melalui penyediaan layanan cash management berbasis perbankan digital.

Maybank Indonesia telah mengalihkan upaya untuk meningkatkan peluang bisnis ditengah kondisi pasar yang menantang dengan mengoptimalkan layanan perbankan digital, Maybank2u (M2U) dimana mulai banyak nasabah kini menggunakan layanan mobile apps khususnya dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Transaksi keuangan yang dilakukan melalui M2U naik 136% menjadi 4,5 juta transaksi pada semester I 2020 sementara, terdapat 34.000 pembukaan rekening tabungan/deposito dan lebih dari 45.000 rekening baru dibuka melalui M2U.

Baca Juga :   Turun 7,4%, Maybank Indonesia Bukukan Laba Sebelum Pajak Rp2,04 Triliun di Tahun 2022

Aplikasi M2U tidak hanya menyediakan layanan pembukaan rekening dengan mudah dan cepat, tetapi juga menyediakan fitur yang nyaman dan tidak rumit seperti QR Pay, proses KYC secara digital untuk pembukaan rekening, channel pembayaran donasi dan fitur menarik lainnya.

“Terlepas dari kondisi pasar yang kurang kondusif, kami telah berhasil membukukan hasil positif dalam enam bulan pertama 2020. Bank telah mengubah kondisi pasar yang menantang menjadi peluang pada layanan perbankan digital serta tetap menjaga pertumbuhan yang baik. Kondisi saat ini telah membuat kami menjadi lebih kreatif, terutama dengan memanfaatkan teknologi dalam melakukan komunikasi kepada para nasabah. Kami telah mengambil langkah proaktif untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut terhadap portofolio Bank atas pandemi global yang terjadi,” ujar Taswin.

Rasio Kredit terhadap Simpanan/Loan to Deposit Ratio (LDR-Bank saja) berada pada tingkat yang sehat sebesar 94,2% sementara Rasio Cakupan Likuiditas/Liquidity Coverage Ratio (LCR-Bank saja) berada pada posisi 152,4% per Juni 2020, jauh melampaui kewajiban minimum sebesar 100%.

Posisi modal tetap kuat dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 22,1% pada Juni 2020 dibandingkan dengan 19,1% pada periode yang sama tahun lalu dan total modal Rp26,4 triliun pada Juni 2020 dibandingkan Rp26,2 triliun pada Juni 2019.

 

Leave a reply

Iconomics