Membandingkan Kisah Pierucci dengan Benny Tjokro vs Goldman Sachs

0
428

Buku berjudul The American Trap begitu populer di Tiongkok. Buku ini ditulis oleh Frederic Pierucci, warga negara Prancis dan merupakan mantan CEO salah satu anak perusahaan Alstom (perusahaan asal Prancis). Di buku itu, Pierucci menuliskan hubungan antara kasus yang menimpa dirinya dengan aksi korporasi General Electric terhadap Alstom.

Berawal dari 2013. Ketika itu, Pierucci diundang CEO Alstom Patrick Kron untuk makan malam di Hotel Marina Bay Sand lantai 57, Singapura. Dalam pertemuan yang dihadiri Keith Carr, penasihat Alstom Group dibicarakan tentang kasus Tarahan, sebuah proyek PLTU di Lampung, Indonesia yang dimenangkan oleh konsorsium Alstom.

Soal kasus tersebut, Carr sambil menyesap koktail berkata kepada Pierucci, “Anda sama sekali tak perlu takut.” Terlebih dalam pemeriksaan internal di Alstom, Pierucci disebut tidak terlibat dan tidak melakukan apapun dalam proyek tersebut.

Beberapa minggu setelah pertemuan itu, Pierucci terbang ke New York. Seperti sebelumnya, perjalanan Pierucci ke New York dalam rangka bisnis. Akan tetapi, begitu dia turun dari pesawat, agen FBI langsung menangkapnya. Dia dibawa dengan tangan diborgol dan disuruh menghadap dinding. Setelah itu, dia diinterogasi.

Pierucci sama sekali tidak diberi kesempatan bertanya dan berbicara. Dia betul-betul bingung. Terlebih dia sedang kecapaian karena perjalanan panjang menggunakan pesawat. Dia mengalami syok. Setelah itu Pierucci dibawa ke penjara dengan tingkat keamanan maksimum tanpa jendela. Pierucci disatukan dalam sel yang sama dengan narapidana kasus pembunuhan dan kekerasan seksual. Dan petugas FBI menyampaikan kepadanya bahwa Pierucci terancam hukuman 125 tahun.

Pierucci dikenai Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) atau dikenal sebagai UU Praktik Korupsi di Luar Negeri. Merujuk kepada UU itu, AS bisa membidik siapa pun dan di mana pun asal bersinggungan dengan negeri adidaya itu. Bahkan jika itu hanya berkaitan dengan transaksi keuangan seseorang dan kebetulan melewati wilayah hukum AS, maka orang tersebut bisa dijerat FCPA.

Tentu saja, aparat penegak hukum AS tahu Pierucci bukan dalang dalam praktik korupsi yang dikaitkan dengan Alstom. Itu sebabnya, FBI berupaya mengejar semua pimpinan eksekutif Alstom karena diduga menggunakan cara serupa untuk mendapatkan proyek energi di berbagai negara seperti Bahama, Mesir, Taiwan dan Arab Saudi. Akan tetapi, itu tidak terjadi. Pasalnya, sebuah kesepakatan telah terjadi: General Electric berhasil mengakuisisi divisi energi Alstom pada awal 2015.

Baca Juga :   Menteri BUMN Apresiasi Kinerja BPK dan Kejagung Tuntaskan Kasus Jiwasraya

Setelah itu, Pierucci dibebaskan. Dia dipenjara lebih dari 1 tahun tanpa proses peradilan dan jaminan. Setelah keluar, Pierucci lantas menuliskan kisahnya itu dan menjadikannya sebuah buku berjudul The American Trap. Judul yang provokatif dan membawa imajinasi pembacanya kepada sebuah konspirasi. Persis seperti yang dipaparkan Pierucci di bukunya bahwa kasusnya tidak mungkin dilepaskan dari konteks persaingan bisnis antara Alstom (Prancis) dan General Electric (AS).

Dia pun menyebut dirinya sebagai tawanan atau korban dari “perang ekonomi”. Pierucci tak ragu untuk menyatakan, tujuan akhir dari kasusnya itu adalah AS melalui GE akan mengakuisisi Alstom. Lalu, karena akuisisi tidak berjalan lancar dan sempat ditolak, muncullah kasus yang dituduhkan kepada Pierucci. Akan tetapi, setelah GE berhasil mengakuisisi Alstom sekitar US$ 10,6 miliar pada 2015, tuduhan suap kepada pejabat Alstom berhenti. Dan kasusnya hanya berhenti di Pierucci.

Lantas mengapa buku Pierucci populer di Tiongkok? Pendiri Huawei Ren Zhengfei menyebutkan apa yang dialami Pierucci juga dialami Direktur Keuangan Huawei, Sabrina Meng Wanzhou pada akhir Desember 2018. Sabrina yang merupakan putri Zhengfei kini menjadi tahanan kota di Kanada atas permintaan AS karena dinilai berbisnis dengan Iran. Dan transaksinya melewati sebuah lembaga keuangan di AS.

Karena itu, kantor pusat Huawei di Tiongkok menjadikan buku Pierucci sebagai bingkisan kepada pengunjung yang mendatangi perusahaan tersebut. Kisah Pierucci dinilai sama dengan apa yang dialami Sabrina. Karena itu, Zhengfei menyebut kasus Pierucci sebagai kisah “Huawei” versi Prancis.

Benny vs Goldman Sachs
Kisah ini pun mengingatkan kita kepada perjalanan Benny Tjokrosaputro (pemilik PT Hanson International Tbk), terdakwa dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Mengapa demikian? Sebelum kasus dugaan korupsi Jiwasraya mencuat dan menyeret nama Benny Tjokro, Hanson International pernah berkonflik dengan salah satu perusahaan keuangan terbesar di dunia The Goldman Sachs asal AS.

Baca Juga :   Batalnya Dakwaan 13 MI di Kasus Jiwasraya Bukti JPU Ceroboh dan Tidak Profesional

Anehnya lagi, dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) Benny Tjokro yang didapatkan wartawan The Iconomics dalam kasus Jiwasraya, penyidik Kejaksaan Agung secara khusus bertanya soal itu kepada Benny. Agak janggal pertanyaan tersebut mengingat tidak ada hubungan antara kasus dugaan korupsi Jiwasraya dengan transaksi antara Hanson dan Goldman Sachs sekitar periode 2014 hingga 2016.

Dalam BAP itu, penyidik meminta Benny Tjokro untuk menceritakan transaksi Hanson dengan Goldman Sachs. Soal itu, Benny Tjokro bercerita, pihaknya meminjam uang ke fund manager (private equity) Amerika dari Platinum dengan nilai pinjaman US$ 7 juta. Jaminannya adalah saham Hanson (MYRX) sejumlah sekitar 2 miliar lembar saham. Pada tahun pertama, kata Benny Tjokro, pinjaman tersebut tidak ada masalah.

Masalah baru muncul pada tahun kedua dari pinjaman tersebut. Ketika itu, Benny Tjokro ingin melunasi pinjamannya ke Platinum. Namun, pada tahun kedua tersebut, Platinum mengalami  masalah sehingga saham MYRX yang menjadi jaminan pinjaman diserahkan ke Goldman Sachs. Sebab, Platinum memiliki pinjaman ke Goldman Sachs. Dan oleh Goldman Sachs saham MYRX diperjualbelikan.

“Saat saya minta, Goldman Sachs meminta saya untuk membeli saham MYRX dengan harga pasar saat itu. Saya menolak karena nilai pinjaman saya sebesar US$ 7 juta tidak sebanding dengan nilai pasar saham MYRX yang menjadi jaminan saat itu sekitar US$ 28 juta,” tutur Benny Tjokro.

Karena negosiasi kedua belah pihak buntu, Lucas yang merupakan penasihat hukum Benny Tjokro menyarankan agar menuntut Goldman Sachs dengan nilai setinggi-tingginya. Berdasarkan berbagai pemberitaan terakhir di 2018, Benny Tjokro berhasil memenangi gugatan melawan Goldman Sachs. Dengan kata lain, Benny Tjokro berhasil mendapatkan kembali saham yang menjadi miliknya.

Baca Juga :   BCA Siap Berikan Informasi Rekening Tersangka Kasus Jiwasraya

Seperti kasus yang dialami Pierucci, sebelum Alstom menyatakan setuju menjual divisi energinya ke General Electric, semua pejabatnya diincar dengan tuduhan korupsi. Namun, setelah Alstom setuju menjual divisi energinya ke General Electric, maka semua pejabat eksekutif perusahaan Prancis itu termasuk Pierucci lepas dari jeratan hukum.

Kembali ke kasus Benny Tjokro, setelah memenangi gugatan melawan Goldman Sachs, satu per satu orang yang terlibat dalam proses hukum itu mulai kena jeratan hukum. Dimulai dari Lucas yang merupakan penasihat hukum Hanson dan dilanjutkan dengan Benny Tjokro. Lucas, misalnya, diputus bersalah karena dikenakan pasal merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lucas disebut membantu pelarian Eddy Sindoro salah satu petinggi di Lippo Group ketika disidik KPK. Padahal, Lucas pada waktu itu penasihat hukum dari Eddy Sindoro.

Setelah Lucas, Kejaksaan Agung mulai mengincar Benny Tjokro dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Dalam kasus ini, Benny Tjokro dan 5 terdakwa lainnya didakwa bersama-sama korupsi sehingga merugikan Jiwasraya atau negara hingga sekitar Rp 16,7 triliun. Ketika kasus yang dialami Benny Tjokro dan Lucas dikaitkan dengan Goldman Sachs, yang muncul justru opini: “itu terlalu konspiratif”.

Akan tetapi, bukankah kisah Pierucci dan Sabrina Meng dari Huawei itu juga demikian? Memang Sabrina Meng agak lebih beruntung. Pasalnya, pemerintah Tiongkok tak tinggal diam ketika pemerintah Kanada berniat mengekstradisi Sabrina ke AS. Karena kasus Sabrina itu, pemerintah Tiongkok menangkap 13 orang Kanada pada 2019 dengan berbagai tuduhan.

Tetapi bagaimanapun sengketa Hanson yang diwakili Benny Tjokro dan Lucas dengan Goldman Sachs belumlah usai. Dan itu diakui Benny Tjokro dalam BAP-nya. “Sampai sekarang permasalahan (dengan Goldman Sachs) belum selesai,” kata Benny Tjokro.

Merujuk kepada kisah Pierucci, terutama agar Benny Tjokro terlepas dari berbagai jeratan hukum, haruskah dia merelakan sahamnya dimiliki Goldman Sachs?

 

Leave a reply

Iconomics