OJK Sedang Susun Aturan untuk Crowdfunding Bersifat Pinjaman

0
790
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menggodok peraturan (POJK) layanan urun dana (crowdfunding) bersifat pinjaman. Selama ini baru ada POJK yang mengatur equity crowdfunding atau pengumpulan dana dari masyarakat.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, tidak semua pengusaha akan senang jika harus merelakan sebagian dari kepemilikan atas usaha mereka untuk menghimpun permodalan. “Jadi kalau kurang modal, dikasih permanen equity. Tetapi ngggak semua usaha senang kalau dikasih uang harus bayar dividen, karena modal kan kepemilikan,” kata Tirta saat telekonferensi pers secara virtual, Kamis (15/10).

Karena itu, kata Tirta, OJK sedang menyusun peraturan terhadap mekanisme crowdfunding yang bersifat pinjaman atau obligasi. Aturan ini diharapkan dapat diterbitkan pada akhir tahun ini.

Crowdfunding-nya ke depan tidak hanya untuk equity tapi dalam bentuk utang. Itu aturannya sedang digodok. Mudah-mudahan akhir tahun sudah bisa keluar,” kata Tirta.

Sebagai informasi, crowdfunding merupakan salah satu jenis teknologi finansial (fintech) yang kini semakin populer bagi para pengusaha, khususnya perusahaan rintisan atau startup. Pasalnya melalui crowdfunding, pelaku usaha dapat mengajukan pendanaan terhadap usahanya melalui salah satu platform crowdfunding di mana sejumlah pemilik modal dapat menanamkan modal di usaha tersebut.

Baca Juga :   Baru Awal 2024, Sudah Ada BPR yang Dicabut Izin Usahanya karena Modal Cekak

Menurut Tirta, crowdfunding merupakan alternatif yang baik bagi para usaha mikro atau kecil dibandingkan peer-to-peer lending (P2P) jika mereka hendak berekspansi bisnis atau mungkin memerlukan pendanaan terhadap suatu proyek dengan nilai cukup besar. Sebab, skala pinjaman dari P2P lending bersifat individual (private-to-private) sehingga kemampuan pemberi pinjaman sangat terbatas, serta skala pinjaman pun juga sangat kecil.

Sementara melalui crowdfunding, kata Tirta, pelaku usaha dapat menghimpun dana lebih besar karena bisa menghimpun dana dari berbagai pemberi modal sehingga terjadi diversifikasi resiko. Lalu, fintech P2P lending lebih cocok kepada pelaku usaha mikro dan kecil yang masih unbankable namun membutuhkan modal kerja untuk usahanya.

“Kalau usaha mikro kan tidak bankable jadi salah satunya dengan fintech (P2P) lending. Tapi bagaimana fintech ini agar yang mikro jadi kecil, dan kecil jadi menengah. Jadi ke depannya OJK ada melalui crowdfunding,” katanya.

 

Leave a reply

Iconomics