Pengalaman Jonan: Pemimpin Jadi Kunci Ketika Mengubah KAI

0
2358
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Kereta Api Argo Cheribon

Memajukan PT Kereta Api Indonesia (Persero) bukanlah perkara mudah. Berat. Terlebih tantangannya sangat kompleks. Tetapi semua harus dilakukan agar perusahaan milik negara ini maksimal dalam melayani masyarakat dan untung sebagai korporasi.

Soal ini, mantan Menteri Perhubungan dan Menteri ESDM Ignasius Jonan punya cerita. Membuat KAI maju merupakan pengalaman yang tak bisa dilupakan Jonan. Pasalnya, masalah utama KAI ketika itu ada di sumber daya manusianya.

Dari 24 ribu lebih pegawa tetap KAI, 17 ribu berpendidikan tingkat dasar hingga menengah pertama. Sementara pegawai yang berpendidikan sarjana hanya sekitar 86 orang, itu sudah termasuk Jonan.

“Mengubah mentalitas orang-orang yang saya pimpin di KAI untuk mengubah layanan perkeretaapian, itu setengah mati. Orang terdidik itu dikatakan gampang menerima ide, strategi, konsep baru, walau mungkin kerja samanya sulit. Namun kalau di KAI tantangannya jauh lebih keras dari itu,” kata Jonan berbagi pengalaman lewat YouTube, Jumat (24/4).

Jonan awalnya kewalahan menghadapi situasi tersebut. Karena itu, dia pun menghadap menemui Sofyan Djalil yang kala itu menjabat Menteri BUMN. Berkat dukungan Sofyan, Jonan memutuskan untuk tetap memimpin KAI dan mulai merencanakan perubahan layanan, etos kerja dan semangat pelayanan KAI.

Baca Juga :   Wamen Tiko Sebut 3 Tahap Pengadaan Kereta

Untuk menjadi teladan, Jonan bekerja dengan turun langsung ke lapangan. Salah satu faktor penting kepemimpinan, kata Jonan, mengeksekusi perintah secara tepat dan menjadi contoh bagi seluruh karyawan.

Meski begitu, tidak semua juga mau mengikuti perubahan tersebut. Dari 101 statsiun KRK Jabodetabek, sekitar 40 kepala stasiun enggan menjalankan perubahan tersebut. Jonan pun segera bertindak. Mereka dipindahkan dan dicopot.

“Baik itu ke Jember, Banyuwangi, Aceh, supaya mereka melihat nuansa baru. Mungkin karena mereka sudah terbiasa jadi nggak mau berubah. Waktu saya bersihkan, saya tangani sendiri, dari stasiun ke stasiun,” kata Jonan menambahkan.

Menurut Jonan, posisi pemimpin itu penting untuk mengubah organisasi. Harus menjadi contoh dan mengeksekusi perintah dari depan. Karena itu, dia tidak mendelegasikan rencana reformasi yang ingin dijalankan waktu itu. Jika itu dilakukan, Jonan yakin reformasi itu tidak akan berjalan.

“Saya selalu berpikir bahwa teori eksekusi itu bagaimana memberikan contoh. Beri contoh kan nggak bisa cuma ngomong, jadi sebagai pemimpin harus selalu di depan,” katanya.

Leave a reply

Iconomics