Stabilitas Sektor Keuangan Terjaga Selama Pandemi, 5 Hal yang Bakal Dilakukan OJK ke Depan

0
389

Stabilitas sektor jasa keuangan dinilai masih tetap terjaga selama masa pandemi ini yang merupakan hasil dari berbagai kebijakan baik dari Pemerintah, Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Agus Edy Siregar, Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan  OJK mengatakan selama masa pandemi Covid-19 ini, kebijakan OJK setidaknya fokus pada tiga hal. Pertama, menjaga agar debitur tidak gagal bayar (default) melalui kebijakan restrukturisasi kredit. Kedua, meredam volatilitas pasar keuangan untuk menjaga confidence investor terhadap pasar keuangan Indonesia.

Ketiga, tidak melakukan pengetatan terhadap industri jasa keuangan sehingga ada beberapa kebijakan yang ditunda seperti penerapan standar Basel III. OJK juga menunda sementara pemenuhan kewajiban capital conservation buffer dalam komponen modal sebesar 2,5% dari ATMR untuk bank BUKU III dan IV hingga 31 Maret 2021. Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) untuk bank Buku III dan IV serta bank asing juga dilonggarkan menjadi serendah-rendahnya 85%.

Untuk restrukturisasi kredit di perbankan, realisasinya sudah mencapai  Rp900,4 triliun dan restrukturisasi di perusahaan pembiayaan sekitar Rp175 triliun. Mengimbangi kebijakan restrukturisasi kredit ini, untuk menjaga likuiditas perbankan selain melalui kebijakan quantitative easing dari Bank Indonesia, pemerintah juga menempatkan dananya di perbankan. Pada tahap pertama pemerintah menempatkan dananya di bank milik negara (Himbara) sebesar Rp47,5 triliun. Agus mengatakan dari penempatan dana terssebut, bank-bank plat merah ini sudah menyalurkan kredit hampir Rp181 triliun.

Baca Juga :   3 Catatan Ini Penting Jika Dikaitkan dengan Potensi Ekonomi Digital Indonesia

Kemudian pada tahap kedua, pemerintah menempatkan dana di 7 BPD sebesar Rp11 triliun dan tahap ketiga di satu BPD dan beberapa bank syariah sekitar Rp1 triliun. “Tahap kedua dan ketiga karena masih baru, leveraging-nya belum terlalu banyak. Tetapi kami perkirakan pada waktunya akan ada leveraging sekitar 3 kali untuk tahap kedua dan ketiga ini,” ujarnya dalam webinar yang digelar Iconomics, Rabu (28/10).

Agus mengatakan Covid-19 menyebabkan permintaan kredit melemah, tetapi secara umum stabilitas sistem keuangan masih tetap terjaga. Pada Agustus lalu, kredit perbankan menurun 1,04% sementara dana pihak ketiga naik 11,64% sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 85,11%. Kondisi LDR yang rendah ini menunjukkan likuiditas perbanakan pada saat ini sangat memadai.

“Kalau kita perhatikan krisis-krisis sebelumnya likuiditas ini sangat mengkawatirkan. Tetapi sekarang ini likuiditas cukup banyak sehingga bisa memberikan keyakinan bahwa sistem perbankan cukup resilient,” ujarnya.

Risiko kredit yang tercermian dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross terjaga di sekitar 3,2%. Permodalan bank yang tercermin dari CAR juga masih kuat yaitu sebesar 23,39%. Permodalan dan NPF di perusahaan pembiayaan juga masih tetap terjaga. Sementara pasar modal saat ini sudah kembali pulih secara perlahan-lahan.

Baca Juga :   Sektor Keuangan Digital Memiliki Potensi yang Menjanjikan, Butuh Kolaborasi untuk Pengembangan

Ke depannya, kata Agus OJK akan melakukan berbagai langkah untuk tetap memastikan sektor jasa keuangan tetap terjaga. Pertama, OJK akan terus melanjutkan kebijakan restrukturisasi kredit. POJK No.11 tahun 2020 sudah resmi diperpanjang setahun ke depan setelah semula berlaku hingga 31 Maret 2021.

Kedua, akselerasi roda perekonomian daerah. Agus mengatakan masih terdapat ruang pertumbuhan di daerah. “Karena kalau kita lihat kondisi BPD-BPD, masih tumbuh sangat baik untuk kreditnya. Artinya bahwah di daerah serapan untuk government spending juga baik dan juga kredinya juga masih tumbuh cukup baik,” ujarnya.

Ketiga, tetap mejaga kontinuitas sentiment positif pasar. “Kami terus melakukan bekerja sama dengan berbagai stakeholder untuk memastikan sentimen postif di pasar tetap terjaga,” ujarnya.

Keempat, optimalisasi peran industri keuangan melalui dukungan pembiayaan pada usaha padat karya yang bisa memberikan multiplier effect.

Kelima,  percepatan ekosistem ekonomi digital dan keuangan terintegrasi. OJK, jelas Agus, melihat bahwa ekosistim digital akan menjadi tulang punggung pelaksanaan aktivitas di sektor jasa keuangan ke depannya baik di sektor perbankan, pasar modal, maupun di industri keuangan non bank.

Baca Juga :   Pasar Keuangan Dunia Bergejolak, OJK: Kinerja Pasar Modal Indonesia Masih Tumbuh Positif

“Kami melihat di masa pandemi ini hampir sebagian besar transaksi di sektor keuangan itu dilakukan secara digital. Ini memberikan pelajaran yang sangat berharga buat kita bahwa digitalisasi ini menjadi sesuatu yang tidak terelakan karena masa pandemi ini sudah terbukti,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics