Bergotong-Royong Tangani Dampak Kesehatan dan Ekonomi karena Covid-19

1
983
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Seluruh lapisan masyarakat perlu bergotong-royong dalam usaha menangani dampak kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dan khusus kalangan menengah ke atas berperan penting membantu masyarakat yang kurang mampu atau telah terdampak pandemi Covid-19 melalui gerakan-gerakan sosial swadaya.

“Saya dorong bagaimana melalui gerakan sosial swadaya. masyarakat bisa membantu baik dari upaya pencegahan maupun bansos bentuk sembako, karena ini penting sekali, kita di kelompok golongan menengah atas, kaum berpunya, kaum beruntung, berperan untuk terjadinya pemburukan terjadinya pandemi ini,” kata Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM) Sigit Pramono Sigit di acara webinar, Senin (7/9).

Pandemi Covid-19, kata Sigit, menyebabkan 4 perubahan besar pada aspek kehidupan masyarakat yang secara tidak langsung menghasilkan program-program swadaya seperti GPM. Adapun 4 perubahan tersebut adalah semakin tingginya solidaritas sosial, semakin meluasnya digitalisasi, semakin banyak yang tinggal di rumah, dan semakin pentingnya kebutuhan dasar.

Dalam situasi pandemi ini, kata Sigit, pihaknya masih mampu dalam menggerakkan kepedulian masyarakat terhadap solidaritas sosial melalui proses digital tanpa harus melakukan sosialisasi tatap muka. Seiring situasi pandemi, orang-orang semakin cenderung mengeluarkan uang hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk para kalangan menengah ke atas.

Baca Juga :   Industri Asuransi Disebut Punya Peran Penting untuk Perekonomian dan Sistem Keuangan

Hal tersebut, kata Sigit justru menyebabkan permintaan secara umum melemah dan ekonomi melesu. Karena itu, GPM berupaya mendorong masyarakat menengah ke atas agar mau berbelanja, terutama untuk kebutuhan diluar kebutuhan dasar agar dapat membantu percepat pemulihan ekonomi.

“Misalnya mendorong mereka jalan-jalan, tetapi di dalam negeri, supaya ada pengeluaran untuk hotel, restoran, yang meningkat tapi dengan memperhatikan protokol kesehatan,” kata Sigit.

Sementara itu, ekonom Sri Adiningsih mengatakan, pandemi bisa dijadikan sebagai momentum untuk membangkitkan kembali rasa gotong-royong dan kepedulian sesama dalam masyarakat. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, tingkat kemauan masyarakat dalam memberikan bantuan atau bergotong-royong tercatat menurun berdasarkan berbagai indikator.

World Giving Index, misalnya, mencatat kemampuan rakyat di berbagai negara dalam menyalurkan bantuan sosial baik dalam bentuk tunai maupun tenaga. Indonesia, kata Sri, dalam 2 tahun terakhir justru mengalami penurunan dari peringkat 1 di dunia untuk 2018 menjadi peringkat 10 di 2019.

Sementara dari indeks modal sosial berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan dari skor 49,45 di 2014 menjadi 47,86 di 2017. Masih sesuai hasil survei BPS, kata Sri, tren sebelum Covi-19 menunjukkan masyarakat golongan miskin cenderung memiliki modal sosial lebih tinggi dibandingkan golongan menengah ke atas.

Baca Juga :   Dampak Covid-19, Industri Daur Ulang Plastik Terpukul, 63 Ribu Pekerja Dirumahkan

Sementara orang-orang yang tinggal di pedesaan juga ditemukan cenderung memiliki modal sosial lebih tinggi ketimbang orang-orang yang tinggal di perkotaan. “Golongan masyarakat ekonomi atas ketersediaannya untuk berbagi lebih rendah. Ini tantangan kita bagaimana agar supaya mendekati yang kaya agar lebih banyak bersedia membagi,” kata Sri.

Leave a reply

Iconomics