BI Belum Wajibkan Eksportir Konversi Hasil Mereka ke Rupiah

0
419
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Bank Indonesia (BI) menyebutkan belum berencana untuk mewajibkan korporasi eksportir di Indonesia untuk mengkonversi devisa hasil ekspor (DHE) mereka, dalam bentuk mata uang dolar AS ke rupiah. Meski diberi kewenangan untuk itu, BI tidak akan mengontrol lalu lintas devisa.

“Kalau terjadi hujan lebat, perlu sedia payung tapi bukan berarti akan dipakai. Tidak mungkin kita tunggu hujan dulu baru cari payung. Kalau misal diperlukan, bisa saja BI meminta eksportir wajib konversi dolar ke rupiah, tapi itu kalau diperlukan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo
saat telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (2/4).

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 tahun 2020, BI punya wewenang untuk mengontrol lalulintas devisa. Kewenangan tersebut, kata Perry, sebagai antisipasi apabila BI perlu melakukan pengelolaan lalu lintas devisa. Sebab, dalam aturan UU Nomor 24 tahun 1999, kewenangan demikian tidak ada.

Perry mengapresiasi para eksportir yang telah bekerja sama dengan BI dan telah memasok rupiah di pasar valuta asing. Sejauh ini, sekitar 80% dari korporasi yang telah memasukkan hasil devisa ekspornya ke Indonesia walau belum dikonversi ke rupiah.

Baca Juga :   Penanganan Covid-19 Diperkirakan Akan Pengaruhi APBN hingga 2022

“Kami juga terus ajak dan terima kasih kepada eksportir dan kami komunikasi dengan korporasi, kolaborasi erat. Ini agar terus bisa pasok dolar hasil ekspor ke rupiah sehingga stabilitas rupiah bisa dijaga baik untuk Indonesia, eksportir, importir, dan dunia usaha,” tutur Perry.

Pemulihan ekonomi Indonesia, lanjut Perry, sebagai imbas dari wabah Covid-19 tidak bisa hanya mengandalkan tabungan dalam negeri. Meskipun pembiayaan akan diutamakan menggunakan tabungan tersebut, namun masih terdapat kesenjangan antara tabungan negara dengan kebutuhan investasi.

Karena itu, kata Perry, Indonesia masih membutuhkan investasi asing baik dalam bentuk portofolio, Surat Berharga Negara (SBN), obligasi, saham atau penanaman modal asing (PMA). Sejurus dengan itu, pemerintah juga sedang mempercepat pengesahan Omnibus Law yang diharapkan dapat menarik PMA ke dalam negeri secara lebih besar untuk mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi.

Adapun untuk mendukung arus masuknya PMA ke dalam negeri, kebebasan lalu lintas devisa bagi investor asing harus terus berjalan sehingga investasi dan PMA mereka terjamin oleh lalu lintas devisa yang bebas masuk dan keluarnya. Perry menyadari dunia usaha sangat memerlukan devisa saat ini.

Baca Juga :   Garudafood: Penjualan Kami Terpukul Sekitar 10% karena Corona

Karena itu, BI mendorong para korporasi dan investor untuk menggunakan mekanisme Domestic Non-Delivery Forward (DNDF) agar pelaku usaha eksportir dapat melakukan hedging atau melindungi nilai tukar devisa mereka. “Kami perbanyak DNDF bisa digunakan untuk lakukan hedging lindung nilai sehingga tidak perlu khawatir jual dolar sekarang. Nanti kalau butuh, dengan DNDF bisa melindungi risiko nilai tukar lewat kontrak yang sudah menetapkan berapa nilai tukarnya,” katanya.

Leave a reply

Iconomics