Gengsi, Perbedaan Milenial dan Generasi X Dalam Konsumsi

0
1744
Reporter: Bagas Rizkinanda

Gaya konsumtif kalangan milenial dengan generasi sebelumnya tampak jauh berbeda. Generasi dengan populasi terbesar di Indonesia itu cenderung mengedepankan gengsi ketika mengkonsumsi barang atau jasa.

“Sekarang kalau apa-apa nggak pakai Gojek saja malu, takut dibilang jadul. Padahal nek generasiku (padahal kalau generasi saya), nggak pakai Gojek karena nggak ngerti cara pakai aplikasinya,” kata penulis buku sekaligus pakar marketing Yuswohady di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dikatakan Yuswohady, perbedaan tersebut tidak saja karena gengsi melainkan keinginan kalangan milenial mencari pengalaman baru dalam budaya konsumtif mereka. Kebanyakan perusahaan barang/jasa yang melayani dan menyuapi kebutuhan milenial dalam mencari kesenangan serta membelanjakan uangnya.

“Coba lihat ibu-ibu milenial zaman sekarang. Memasak nggak bisa, (makan) tinggal Gofood. Kalau (makan) di luar, cari restoran yang menyediakan all you can eat,” kata Yuswohady menambahkan.

Menurut Yuswohady, gaya konsumtif milenial itu bukan karena memiliki uang yang banyak. Dibanding generasi sebelumnya, isi dompet kaum milenial jauh lebih tipis. Akan tetapi, kalangan milenial lebih mengutamakan self-esteem dan pengakuan atas gaya hidup yang mereka jalani, terutama untuk ajang pamer di media sosial seperti Instagram.

Baca Juga :   Aplikasi Serambi Masjid Besutan Bukalapak Mendukung Masjid Go Digital

“Sebenarnya milenial uangnya sedikit. Lha paling jabatannya di kantor baru sampai supervisor atau asisten manajer. Ketahuan gajinya berapa. Tapi, apa-apa dilakukan demi feed Instagram, demi pamer, gengsi sosial, self-esteem,” kata Yuswohady.

Sementara itu, kata Yuswohady, generasi X yang penghasilannya lebih besar ketimbang milenial tidak punya banyak kemauan. Umumnya mereka hanya menyiapkan uang untuk berobat dan berlibur (2B). Meski punya uang banyak, generasi X tidak memikirkan gengsi karena tidak suka bermain media sosial.

Karena itu pula, menurut Yuswohady, kalangan milenial termasuk generasi yang malas bergerak. Itu karena kebiasaan konsumtif, gaya hidup manja yang selalu diumbar demi eksistensi.

Dan lebih parah lagi, kata Yuswohady, kalangan milenial juga tidak pandai mengatur keuangan mereka untuk kebutuhan primer. Barangkali itu pula sebabnya belakangan semakin banyak bermunculan konsultan keuangan yang menyasar kalangan milenial untuk memberi nasihat mengatur keuangan.

“Uangnya sedikit, keinginannya banyak, makanya butuh konsultan finansial. Tinggal saja di apartemen atau rumah-rumah kontrakan kecil, tapi perabotannya beli IKEA, sudah begitu per 3 bulan ganti tema,” kata Yuswohady.

Leave a reply

Iconomics