Defisit Neraca Transaksi Berjalan Tahun Ini Diperkirakan di bawah 2% dari PDB

0
424
Reporter: Petrus Dabu

Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account deficit) akan makin mengecil dibandingkan proyeksi awal. Kondisi ini terjadi karena turunnya impor sejalan dengan melambatnya permintaan domestik.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan pada triwulan I-2020, defisit transaksi berjalan menurun menjadi di bawah 1,5%, lebih rendah dibandingkan defisit pada triwulan IV-2019 yang tercatat sebesar 2,8% dari produk domestik bruto (PDB).

“Kondisi ini dipengaruhi oleh menurunnya impor sejalan melambatnya permintaan domestik sehingga meminimalkan dampak berkurangnya ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia,” ujar Perry di Jakarta, Selasa (19/5).

Transaksi modal  dan finansial pada triwulan pertama 2020, tambah Perry juga mengalami penurunan signifikan karena besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar keuangan global terhadap pandemi Covid-19.

“Aliran modal asing kemudian kembali masuk mulai bulan April 2020 didorong oleh meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta tingginya daya saing aset keuangan domestik dan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia,” ujar Perry.

Perry mengungkapkan investasi portofolio sejak April 2020 hingga 14 Mei 2020 mencatat net inflow US$ 4,1 miliar. Setelah pada triwulan I-2020 mencatat net outflow US$ 5,7 miliar.

Baca Juga :   Bank Indonesia Menaikkan Suku Bunga Acuan Paling Cepat Awal Triwulan III

Posisi cadangan devisa akhir April 2020 meningkat menjadi US$ 127,9 miliar setara denggan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar internasional sekitar 3 bulan impor. Karena itu, Perry mengatakan Bank Indonesia menilai posisi cadangan devisa ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

“Secara keseluruhan Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan pada tahun 2020  akan menurun menjadi di bawah 2% dari PDB, dari perkiraan sebelumya 2,5% sampai 3% PDB,” ujarnya.

Perry juga mengatakan saat ini nilai tukar rupiah menguat seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Setelah menguat pada bulan April 2020 nilai tukar rupiah pada bulan Mei 2020 kembali mengalami apresiasi. Sampai tanggal 18 Mei 2020 rupiah menguat 5,1% secara rata-rata dibandingkan dengan akhir April 2020.

Namun demikian rupiah masih mencatat depresiasi sekitar 6,52% dibandingkan dengan level akhir 2019, akibat depresiasi yang sangat tajam pada Maret 2020 akibat besarnya aliran keluar modal asing didorong oleh kepanikan pasar keuangan global pada waktu itu.

Baca Juga :   Komisi XI: Tak Ada Dewan Moneter dan Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank

“Penguatan rupiah didorong oleh aliran masuk modal asing dan besarnya pasokan valas dari pelaku domestik. Bank Indonesia memandang bahwa tingkat nilai tukar rupiah  dewasa ini secara fundamental masih tercatat  undervalue, sehingga berpotensi akan terus menguat dan mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.

Untuk mendukung efektifitas kebijakan nilai tukar Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas.

Leave a reply

Iconomics