Deputi Gubernur BI: Penjaminan Diperlukan untuk Penyaluran Kredit Perbankan

0
538
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, program penjaminan kredit yang diluncurkan pemerintah memiliki peran penting dalam memulihkan kembali ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19. Terlebih perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di masa pandemi Covid-19.

Disebut Destry, penyaluran kredit di masa wabah corona ini masih berisiko tinggi. Karena itu, program penjaminan kredit pemerintah merupakan salah satu kebijakan extra ordinary yang telah dilakukan untuk mendorong perbankan menyalurkan kembali kredit.

“Penjaminan menjadi sangat penting karena dengan adanya penjaminan inilah yang akan mendorong perbankan untuk mau kembali menyalurkan kembali kredit. Kalau kita lihat dengan kondisi extra ordinary maka kebijakan yang dilakukan pun merupakan kebijakan extra ordinary,” ujar Destry saat menghadiri acara diskusi secara daring, Jumat (17/7).

Sejak Juli 2019, kata Destry, BI telah melakukan easing policy terhadap perbankan di mana suku bunga acuan telah diturunkan sebesar 175 bps secara tahunan (yoy) menjadi 4% pada Juli 2020. Dalam periode yang sama, suku bunga kredit di sektor perbankan hanya turun 74 bps secara yoy ke posisi 9,99% pada Juli 2020.

Baca Juga :   Ini Proses yang Dilakukan Pemerintah terhadap 1,2 Juta Vaksin Covid-19

“Oleh karena itu, kenapa proses penjaminan menjadi sangat penting dan ini tampaknya sudah difokuskan oleh pemerintah dalam rangka mendorong perbankan menyalurkan kredit untuk menggeliat ekonomi nasional,” kata Destry.

Dalam situasi extra ordinary saat ini, tambah Destry, sinergi dan koordinasi kebijakan antar-lembaga dan antar-sektor menjadi sangat krusial. Terlebih kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan, BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mempengaruhi sektor perbankan sebagai intermediasi sehingga harus berjalan bersama dengan kebijakan fiskal serta sektor riil.

Salah satu bentuk sinergi serta kebijakan extra ordinary yang telah diambil BI bersama dengan Kemenkeu merupakan masuknya BI di pasar perdana lelang SBN yang diselenggarakan Kemenkeu dalam rangka pembiayaan defisit APBN yang tahun ini telah melebar hingga 6,34%.

“Dan akhirnya tercapailah burden sharing karena pada akhirnya kami harus menanggung secara bersama-sama dengan pemerintah,” katanya.

Sebagai informasi, dalam skema burden sharing BI dengan Kemenkeu, BI akan menanggung beban bunga utang hingga 100% untuk pembiayaan kategori public goods seperti anggaran kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral, kementerian/lembaga (K/L), dan pemerintah daerah yang mencapai Rp 397,60 triliun. Burden sharing tersebut akan dilakukan BI dengan mekanisme, membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah lewat private placement dengan referensi suku bunga BI 7-Day reverse repo rate (7DRRR).

Baca Juga :   Ini Bekal Usaha yang Diberikan Danone-Aqua kepada Ibu-Ibu yang Jadi AHS

Selain menanggung beban utang yang berkaitan dengan public goods, BI juga menanggung beban utang untuk belanja non-public goods khusus UMKM dan korporasi non-UMKM yang sebesar Rp 177,03 triliun. Dalam skema ini, pemerintah akan menerbitkan SBN lewat mekanisme pasar dengan BI sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati pada 16 April 2020 silam. Di sini, pemerintah akan menanggung bunga sebesar 1% di bawah reverse repo rate dan sisanya ditanggung oleh BI.

 

 

 

 

 

 

Leave a reply

Iconomics