Kerepotan Danamon Setelah Dikuasai Bank Asal Jepang, MUFG

0
7300
Reporter: Petrus Dabu

Merger antara PT Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk pada Mei 2019 lalu, menyisakan persoalan. Dengan merger tersebut, bank asal Jepang MUFG Bank, Ltd. (MUFG) menjadi pemegang saham mayoritas yaitu mencapai 94,1%.

Repotnya, dengan transaksi tersebut jumlah saham minoritas yang beredar dan dapat ditransaksikan di pasar reguler atau free float share yang dimiliki Bank Danamon sebagai surviving entity tersisa hanya 5,9%. Jumlah ini ada di bawah batas yang ditentukan oleh Bursa Efek Indonesia yaitu 7,5% sesuai Peraturan I-A Kep-00183/BEI/12-2018.

Di tengah wabah Covid-19 saat ini, MUFG dan Bank Danamon diberi waktu hingga 30 April untuk untuk memenuhi aturan tentang free float shares (FFS) tersebut.

Dalam keterbukaan informas kepada Bursa Efek Indonesia, manajemen Bank Danamon Indonesia Tbk menyatakan berbagai upaya sudah dilakukan Perseoran untuk meningkatkan free float share tadi. Tetapi, upaya tersebut kini sedang terganjal pandemi Covid-19.

MUFG dan Bank Danamon telah menunjuk UBS Investment Bank untuk menarik minat investor pada saham Perseroan. Penunjukan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa UBS adalah salah satu dari tiga perusahaan sekuritas dan manajemen investasi teratas dengan jaringan dan klien/investor institusi yang luas di pasar domestik maupun global.

Baca Juga :   OJK Dukung Rencana Penggabungan Bank Banten ke Bank BJB

UBS pun sudah melakukan pendekatan dengan berbagai inevstor potensial baik domestik maupun global pada 20 hingga 24 Februari lalu. Setidaknya, terdapat 20 investor yang berbasis di Indonesia, Hong Kong dan Singapura yang telah dihubungi, termasuk 5 dari Indonesia, 9 dari mancanegara, 2 dari wealth fund, dan 4 perusahaan multi-strategy terkemuka.

“Sayangnya, penyebaran virus Covid-19 yang mulai mempengaruhi pasar global pada awal Februari 2020 dan semakin memburuk pada akhir Februari, telah menyebabkan kelemahan yang signifikan di pasar dan berdampak sangat negatif pada sentimen investor, termasuk untuk pasar saham Indonesia. Secara umum, investor mengkhawatirkan perlambatan ekonomi di Indonesia dan berlanjutnya pelemahan pasar saham,” tulis manajemen Bank Danamon Indonesia dalam keterbukaan informasi, Selasa (31/3).

Selain karena wabah Covid-19, sejumlah kendala lain yang dihadapi MUFG dan Danamon dalam mendivestasikan sahamnya adalah karena saham Danamon (BDMN) dihapus dari MSCI Indonesia sejak 3 Mei 2019. “Akibatnya, terdapat penurunan permintaan atau minat dari investor global dan domestik index tracker fund serta investor perorangan,” tulis manajemen.

Baca Juga :   Danamon dan Central Park Mall Berkolaborasi Perkuat Ekosistem Finansial

Selain itu, pasca merger dengan PT Bank Nusantara Parahyangan, Bank Danamon memiliki basis investor yang terbatas karena sebagian besar investor institusi telah menjual saham selama proses merger. Namun, disebutkan, investor perorangan per 29 Februari 2020 meningkat dari 4.284 menjadi 8.112 pemegang saham.

Hambatan lain adalah, setelah merger, likuiditas perdagangan saham Perseroan turun signifikan dari rata-rata volume perdagangan harian 3 bulanan (ADTV 3M) sebesar 3,78 juta saham per hari menjadi 2,68 juta saham per hari. Ini mewakili penurunan 29%, dan hanya 0,4% dari 6,9% free float shares yang diperdagangkan setiap hari.

Akibat dikeluarkan dari Indeks MSCI Indonesia, harga saham Danamon juga turun drastis. Apalagi setelah adanya pandemi Covid-19 saat ini membuat harga saham Danamon kian terpuruk.

Sebagai gambaran, MUFG membeli saham Danamon dengan harga Rp 9.590 per saham. Harga saham Danamon pada tanggal 27 Maret 2020 adalah Rp 2.060 atau 79% lebih rendah dari harga pembelian MUFG.

“Jika MUFG menjual saham Perseroan kepada investor dalam blok perdagangan dengan diskon besar, itu akan menyebabkan kerugian yang signifikan bagi MUFG dan memberikan sinyal negatif kepada publik seolah-olah MUFG menganggap harga saham Perseroan saat ini sebagai harga wajar dan bersedia menjual saham Perseroan dengan harga serendah itu. Ini terutama akan merugikan pemegang saham perorangan atau minoritas,” tulis manajemen Danamon.

Baca Juga :   Danamon Indonesia Perkenalkan Next Generation Branch Concept

Melihat kondisi pasar yang masih tak menentu akibat pandemi Covid-19, sulit bagi MUFG dan Danamon untuk bisa memenuhi tenggat waktu 30 April untuk meningkatkan free float shares (FFS) mennjadi 7,5%. “Kami meminta perpanjangan waktu hingga 31 Juli 2020 terkait pemenuhan aturan FFS agar kami mempunyai lebih banyak waktu untuk memantau kondisi pasar modal, dengan harapan bahwa sentimen investor akan membaik selama beberapa beberapa bulan ke depan,” tulis manajemen Danamon.

Leave a reply

Iconomics