Pendanaan Melalui Pasar Modal Masih Tinggi Meski Pandemi Covid-19 Terjadi

1
714
Reporter: Petrus Dabu

Tren pendanaan melalui pasar modal masih baik di tengah tekanan yang hebat akibat pandemi Covid-19. Pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) tetap menunjukkan tren kenaikan pada semester pertama 2020 bahkan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Tetapi penerbitan efek yang bersifat utang atau obligasi cenderung turun meski berdasarkan pipeline ada potensi untuk tetap naik hingga akhir tahun.

I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan jumlah perusahaan yang melakukan IPO saham hingga Juli 2020 mencapai 32 perusahaan dengan nilai penggalangan dana mencapai Rp3,82 triliun.

Sedangkan untuk penerbitan surat utang dan sukuk hingga Juli 2020 sudah terdapat 40 emisi yang telah diterbitkan oleh 28 penerbit. Satu penerbit bisa menerbitkan beberapa emisi.

Nilai penggalangan dana untuk penerbitan surat utang dan sukuk tersebut adalah Rp33,6 triliun.

“Dari dua instrument ini (saham dan obligasi), paling tidak Rp36 triliun-37 triliun yang sudah bisa dihimpun,” ujarnya dalam diskusi dengan topik “Membangun Optimisme Pendanaan Melalui Pasar Modal di Era Pandemi Covid-19” yang digelar Danareksa dan Bisnis Indonesia, Kamis (16/7).

Bagaimana Trennya?

Kondisi pandemi Covid-19 tahun ini tidak menurunkan minat para pelaku usaha untuk menggalang dana di pasar modal. Dari data IPO misalnya, jumlah IPO pada semester pertama 2020 sebanyak 28 emiten (tidak termasuk bulan Juli). Sedangkan pada semester pertama 2019 lalu hanya 17 emiten dan semester pertama 2018 sebanyak 21 emiten.

Baca Juga :   Dirut BEI: Investor Ritel Indonesia Rasional dalam Berinvestasi

“Aktivitas IPO saham dalam kondisi pandemi ini ternyata lebih banyak dari tahun 2018 dan 2019,” ujar Nyoman.

Dibandingkan jumlah IPO di kawasan Asia Tenggara, jumlah IPO di Indonesia juga merupakan yang tertinggi baik pada sepanjang 2019 lalu maupun semester pertama 2020 ini. Jumlah IPO saham semester pertama 2020 di Indonesia adalah 28 emiten (tidak termasuk bulan Juli). Sedangkan Malaysia hanya 7 emiten, Singapura 5 emiten,  Thailand sebanyak 2 emiten dan Filipina 1 emiten.

Nyoman mengatakan penggalangan dana melalui IPO saham ini tetap tinggi karena ada indikasi shifting (pergeseran) dari pendanaan melalui perbankan karena bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit untuk menjaga likuiditas dan Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah. Akibatnya meski dalam beberapa tahun terakhir tingkat suku bunga kredit turun, tetapi pertumbuhan kredit malah melambat.

“Secara umum kalau tingkat suku bunga untuk kredit dalam kondisi normal turun, tentunya loan growth-nya akan relatif lebih tinggi. Namun, ada kondisi yang tidak biasa, di mana perbankan akan berupaya untuk lebih selektif dalam penyaluran kredit dalam rangka menjaga likuiditas dan NPL,”ujarnya.

Diperkirakan dalam sisa waktu ke depan hingga akhir tahun masih akan ada sejumlah emiten yang akan melakukan IPO saham. Nyoman mengungkapkan hingga akhir Juni, jumlah rencana IPO yang sudah masuk dalam pipeline adalah 23 emiten. Pipeline adalah jumlah rencana IPO yang sedang diproses oleh BEI. Jumlah pipeline IPO per semester I 2020 ini lebih tinggi dibandingkan jumlah pipeline pada semester pertama 2019 yang sebanyak 22 emiten dan sebanyak 21 emiten pada semester pertama 2018. “Pipeline masih menarik dan kalau kita bandingkan dengan kondisi tidak pandemi pun pada 2019 dan 2018, kondisi di 2020 masih lebih banyak yang masuk ke pipeline dan tercatat,” ujar Nyoman.

Baca Juga :   OJK Bersama SRO Bursa Akan Rampungkan Aturan soal Market Maker

Bagaimana dengan tren penerbitan instrumen surat utang dan sukuk?

Nyoman mengungkapkan untuk penerbitan obligasi bila dibandingkan semester pertama 2020 dengan semester pertama 2019 dan 2018, trennya menurun. Jumlah penerbit obligasi pada semester pertama 2020 itu ada 26, jumlah emisi sebanyak 31 dan nilai emisi sebesar Rp27,7 triliun (tidak termasuk Juli 2020).

Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 dan 2018, jumlahnya relatif lebih tinggi. Semester pertama 2019, jumlah penerbit obligasi 42, jumlah emisi 31 dan nilai emisi sebesar Rp50,8 triliun. Sedangkan semester pertama 2018, jumlah penerbit obligasi sebanyak 42, jumlah emisi 30 dan nilai emisi sebesar Rp55,2 triliun.

Meski jumlah penerbitan obligasi pada semester pertama 2020 lebih rendah dibandingkan semester pertama 2019 dan 2018, tetapi dari sisi jumlah pipeline, hingga semester pertama 2020 jumlah pipeline penerbit obligasi adalah 33, jumlah pipeline emisi 42 dan perkiraan nilai emisi sebesar Rp35,6 triliun. Sedangkan pada semester pertama 2019 lalu, jumlah pipeline penerbit 13, jumlah pipeline emisi 15 dan perkiraan nilai emisi Rp14,2 triliun. Kemudian untuk semester pertama 2018, jumlah pipeline penerbit 16, pipeline emisi 20 dan perkiraan nilai emisi Rp21,6 triliun.

Baca Juga :   Ekspektasi Trimegah Sekuritas untuk Pemerintah Baru

Aksi Korporasi Perusahaan yang Sudah Tercatat

Selain IPO dan penerbitan obligasi, penggalangan dana di pasar modal juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah lama tercatat melalui berbagai bentuk aksi korporasi (corporate action) seperti Rights Issue, Non HMETD, Waran dan MESOP (program saham untuk karyawan).

Nyoman mengatakan tren aksi korporasi pada semester pertama 2020 menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah Rights Issue misalnya pada semester pertama 2020 ada 6 perusahaan dengan nilai Rp4,55 triliun. Sedangkan pada semester pertama 2019 lalu, jumlah Rights Issue ada 11 perusahaan dengan nilai Rp7,04 triliun.

Kemudian aksi korporasi Non HMETD pada semester pertama 2020 sebanyak 5 perusahaan dengan nilai Rp1,73 triliun. Sedangkan pada semester pertama 2019 sebanyak 15 perusahaan dengan nilai Rp6,83 triliun.

 

1 comment

Leave a reply

Iconomics