Penerimaan Pajak Menurun, Defisit APBN Melebar Jadi 6,34%

0
691
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Defisit Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) 2020 melebar dari sebelumnya 5,07% menjadi 6,34% atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka defisit ini akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, lewat revisi Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang perubahan postur APBN, pendapatan negara akan terkoreksi dari Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.699,1 triliun. Sementara penerimaan pajak-perpajakan menurun dari Rp 1.462,6 triliun menjadi Rp 1.404,5 triliun.

Kemudian belanja negara, kata Sri Mulyani, merujuk Perpres itu akan naik dari Rp 2.613,8 menjadi Rp 2.738,4 triliun. Kenaikan belanja negara sebesar Rp 124,5 triliun tersebut mencakup berbagai rangka belanja untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, termasuk bagi daerah dan sektoral.

“Dengan demikian Perpres Nomor 54 tahun 2020 mengenai postur akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp 852,9 triliun atau 5,07% dari PDB meningkat jadi Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% dari PDB,” kata Sri Mulyani saat telekonferensi usai rapat terbatas di Jakarta, Rabu (3/6).

Baca Juga :   Menkeu Mendorong Pengembangan Ekosistem Pembiayaan Perumahan

Sri Mulyani memastikan, peningkatan defisit akan tetap dijaga secara hati-hati dari segi kesinambungan dan pembiayaan sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Karena itu, pemerintah akan menggunakan berbagai sumber pendanaan dengan sumber risiko paling kecil dan biaya paling rendah atau kompetitif.

“Termasuk menggunakan sumber internal pemerintah, seperti penggunaan saldo anggaran lebihnya pemerintah, dana abadi yang dimiliki untuk bidang kesehatan dan BLU, serta penarikan pinjaman program dengan bunga rendah,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, kata Sri Mulyani, pihaknya juga akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) baik domestik maupun global dan akan didukung Bank Indonesia melalui kebijakan-kebijakan moneter seperti penurunan giro wajib minimum (GWM) dan sebagai standby buyer di pasar perdana.

 

 

 

Leave a reply

Iconomics