Perusahaan Truk Didorong Go Public di Bursa Efek Indonesia

0
643
Reporter: Petrus Dabu

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aprindo) mendorong para anggotanya untuk melakukan Initial Publik Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) agar lebih mudah dalam mencari pendanaan.

Gemilang Tarigan, Ketua Umum Aptrindo mengatakan  selama ini sumber pendanaan yang umumnya digunakan oleh perusahaan truk adalah melalui bank atau leasing.

Hanya saja persoalan yang jamak dialami perusahaan truk selama ini adalah setelah pembiayaan ke leasing sudah selesai, truk-truk tersebut tidak bisa dijadikan jaminan atau agunan ke bank karena sudah berumur tua.

Karena itu, Gemilang mendorong anggotanya untuk mencoba mencari pendanaan di Bursa Efek Indonesia dengan cara go public atau menjadi perusahaan terbuka.

“Mari kita manfaatkan bersama karena dengan demikian tentunya kita sebagai pengusaha truk harus memperbaiki sistem manajemen kita, sistem administrasi kita,” ujarnya dalam acara “Alternatif Pendanaan untuk Pengembangan Usaha Melalui Pasar Modal” yang digelar oleh Aptrindo Jawa Barat bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (23/6).

Pada kesempatan yang sama, Goklas Tambunan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan III Bursa Efek Indonesia mengungkapkan hingga 19 Juni 2020, total 692 perusahaan yang sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Kemudian ada 117 perusahaan yang mencatatkan obligasi.

Baca Juga :   Indosterling Technomedia, Tbk Resmi Melantai di Bursa Saham Hari Ini

Sedangkan kapitalisasi pasar di pasar modal Indonesia mencapai Rp5.717 triliun dan rata-rata transaksi harian mencapai Rp7,7 triliun. Hanya saja jumlah investor saham yang dilihat dari jumlah Single Investor Identification (SID) hanya 1,2 juta, dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai 260 juta.

Goklas mengungkapkan hingga Juni tahun 2020 ini sudah ada 28 perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. Dengan total dana yang digalang dari proses IPO itu ada Rp3,6 triliun.

“Dan sementara di pipe line kami yang sekarang masih proses ada terdapat 21 perusahaan lagi,”ujar Golkas.

Menurutnya, dalam tiga tahun terakhir tren jumlah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia meningkat. Tahun 2018 sebanyak 57 perusahaan dan 2019 sebanyak 55 perusahaan.

Apa keuntungan IPO?

Menurut Goklas, ada sejumlah keuntungan perusahaan menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Pertama, perusahaan menjadi lebih dikenal publik karena banyak diulas media. “Dengan ada liputan itu citra perusahaan lebih terkenal. Kami punya pengalaman ada perusahaan yang mungkin selama ini tidak diketahui orang tetapi akhirnya dikenal oleh perusahaan dari luar negeri dan diajak kerja sama,”ujarnya.

Baca Juga :   Semarak IPO 2024, 8 Emiten Baru Siap Jadi Penghuni Bursa di Awal Tahun

Kedua, mempercepat penerapana Good Corporate Governance (GCG). “Karena kalau sudah go public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia ada aturan-aturan yang mewajibkan untuk lebih tertib lagi dalam penerapan GCG-nya, misalnya harus menyampaikan laporan keuangan secara berkala,” ujarnya.

Ketiga, mendapatkan insentif pajak dari pemerintah. Insentif pajak diberikan kepada perusahaan tercatat yang melepaskan saham ke publik minimal 40% dan dimiliki oleh 300 pihak selama 183 hari kalender. Insentif pajaknya berupa keringanan pajak sebesar 5% dari tarif yang berlaku.

Selain itu, ada juga insentif kepada investor. Saat masih menjadi perusahaan tertutup penjualan saham kepada investor dikenakan pajak 25%, tetapi bila sudah jadi perusahaan terbuka tarif pajaknya jauh lebih rendah.

Keempat, memudahkan mendapatkan mitra usaha yang strategis.

Bagi perusahaan yang melakukan IPO pada semester kedua tahun ini juga akan mendapatkan keringanan biaya IPO. BEI pada 18 Juni lalu juga menerbitkan aturan pemotongan biaya pencatatan awal (Initial Listing Fee) sebesar 50%. “Tetapi hanya untuk 6 bulan sejak 18 Juni sampai dengan 17 Desember, sesuai dengan kondisi pandemi sekarang,” ujar Goklas.

Leave a reply

Iconomics