Sudah Terkoreksi 28%: Sampai Sedalam Apa IHSG akan Terperosok?

0
419
Reporter: Petrus Dabu

Bursa saham seluruh dunia masih tertekan akibat kekhawatiran wabah Coronavirus (Covid-19). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pertama perdagangan Selasa (17/3), torkereksi sebesar 4,18% ke level 4.494,69.

Selama sepekan ini sejak Selasa (10/3) lalu, IHSG sudah rontok sebesar 13,91%. Sedangkan bila dihitung dari awal tahun, sudah turun sebesar 28,55% dari 6.283,58 pada awal tahun.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh otoritas untuk menahan kejatuhan harga saham. Pada 9 Maret lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggran kepada emiten untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Catatatan Iconomics, hingga Senin (16/3) kemarin sudah ada 23 emiten yang menyampaikan rencana buyback. Masing-masing emiten mengalokaskan anggaran yang berbeda-beda. Berdasarkan hitungan Iconoimics, dari 23 emiten tersebut total angggaran buyback mencapai sekitar Rp 9,1 triliun. Aksi korporasi ini dilakukan secara bertahap selama tiga bulan ke depan.

Emiten dengan anggaran buyback yang jumbo diantaranya adalah Bank Raykat Indonesia atau BBRI sebesar Rp 3 triliun, Bank Negara Indonesia atau BBNI Rp 1,8 triliun dan Barito Pacific  atau BRPT sebesar Rp 1 triliun.

Baca Juga :   Harga Saham Anjlok, Eastspring Investments: Jangka Panjang Ekonomi Indonesia Masih Baik

Tak hanya emiten, BPJS Ketenagakerjaan dan sejumlah Dana Pensiun juga berencana akan masuk ke pasar. Tetapi berbagai sentimen positif ini ternyata tak juga membuat kepercayaan pelaku pasar modal terangkat. Aksi jual karena kepanikan pun masih terus saja dilakukan, entah sampai kapan.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan sulit untuk memprediksi sampai sejauh mana kedalaman penurunan harga saham saat ini selama masalah utamanya yaitu wabah Coronavirus belum teratasi. “Karena kalau kita buat hitung-hitungan, kalau ternyata Corona-nya belum tuntas sampai misalnya Maret atau April atau bahkan Mei atau lanjut lagi ke Juni, ini kan akan sulit,” ujarnya kepada Iconomics, Selasa (17/3).

Ia mengatakan bank sentral Amerika Serikat The Fed juga baru saja menurunkan suku bunga acuan (The Fed Fund Rate) pada Minggu (15/3) lalu ke level 0%-0,25%. Tetapi stumulus moneter itu tak membuat bursa saham Amerika Serikat menguat.

Menurutnya, bahkan kalau The Fed melakukan Quantitative easing (QE) seperti pada krisis keuanga 2008 pun tidak berpengaruh pada kondisi pasar.

Baca Juga :   IHSG Turun Tajam, BEI Kembali Sesuaikan Ketentuan Auto Rejection Bawah Jadi 7%

“Jadi kebayang, meski ada buyback dari BUMN atau BPJS juga rencana mau masuk ke pasar, ya kalau main probelm-nya belum tuntas akan sulit,” ujarnya.

Ia mentatakan kejatuhan bursa saham pada tahun 2008 terjadi karena krisis finansial sehingga berbagai stimulus moneter yang dibuat seperti QE mampu mendongrak kembali harga saham.

“Tetapi kalau yang ini [sekarang] karena krisis finansialnya bukan menjadi main problem, tetapi sebagai impact, dan main probelm-nya adalah wabah yang memang kita juga agak sulit mengkalkulasi kapan selesainya, bisa dibilang di luar kemampuan analisa pelaku finansial,” ujarnya.

Berkaca pada wabah SARS 2002-2003, harga saham masih akan terus tertekan selama masih dalam fase penyebaran virus (contagion burst). Fase contagion burst antara lain ditandai dengan penerbitan global warning oleh Organisasi Kesehata Dunia atau WHO. Pada 11 Maret lalu, lembaga ini mengumumkan status penyebaran Coronavirus sebagai pandemi atau wabah global.

“Setelah WHO tarik warning semuanya kita lihat market reli dan recover termasuk kita,” ujar Arie Haryoko, Head of Equity Portfolio Allianz Life Indonesia, beberapa waktu lalu.

Baca Juga :   Perdagangan Terakhir Tahun 2022, IHSG Ditutup Melemah 0,14%, Apa Kata Bos BEI?

Ia mengungkapkan saat WHO secara bertahap mencabut peringatannya, pada 13 Mei 2003 hingga 3 Juli 2003, harga saham kembali naik. IHSG misalnya pada periode tersebut naik 9,8%. Sedangkan, indeks MSCI dunia naik 5,38% dan MSCI Asia Pasifik selain Jepang naik 14,71%.

Dalam kontesk wabah Coronavirus saat ini, menurut Arie, kondisi sekarang masih dalam fase contagion burst dimana WHO menerbitkan global warning terhadap dampak Coronavirus. Dalam fase ini, pasar saham masih cenderung melemah terutama saat kasus-kasus baru di berbagai negara cenderung bertambah.

Leave a reply

Iconomics