Indef: Optimalisasi Pengawasan IKNB, Bukan OJK Dikembalikan ke BI

0
478
Reporter: Petrus Dabu

Kasus gagal bayar klaim dana nasabah pada PT Asuransi Jiwasraya diharapkan menjadi momentum untuk membenahi sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Wacana yang dilontarkan sejumlah politisi untuk membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukanlah resep yang mujarab.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Eko Listiyanto mengatakan dibandingkan IKNB, pasca krisis ekonomi tahun 1998, lembaga perbankan sudah banyak melakukan pembenahan sehingga lebih prudent dalam pengelolaannya. Pembenahan di perbankan antara lain telah mengikuti standar internasional yang dibuat oleh Basel Committee on Bank Supervision (BCBS) atau Basel Accord.

Pengawasan perbankan, menurutnya juga jauh lebih ketat. Dalam setahun saja, paling tidak bank menyampaikan Rencana Bisnis Bank (RBB) dua kali ke BI dan OJK yaitu pada akhir tahun dan di tengah tahun.

Selain itu, di sektor keuangan bank juga sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pernanannya memang hanya hadir pada saat terjadi bailout tetapi secara keseluruhan itu memberi kepastian.

“Secara kelembagaan perbankan sebetulnya lebih confidence, lebih siapa menghadapi tantangan-tantangan yang berkakitan dengan governance. Bukan berarti nggak ada pelanaggaran, toh 2009 ada Century, sekarang ada case yang lain bank Muamalat, dan beberapa bank yang lain. Tetapi maksud saya aspek pengawasannya jauh lebih prudent, lebih hati-hati, lebih teliti,” jelas Eko di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga :   OJK Buka Lagi Izin Equity Crowd Funding

Menurut Eko, tata kelola yang lebih baik di sektor perbankan karena momentum krisis 1998 berangkat dari pengawasan bank yang lemah, dimana ada 16 bank yang ditutup. Bank-bank tersebut melanggar batas maksimum pemberian kredit dan memberikan  kredit ke perusahaan-perushaaan dia sendiri.

Ketika pembenahan di sektor perbankan itu terjadi, menurut Eko, lembaga keuangan non bank relatif tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan kelembagaan, menurutnya, hanya terjadi ketika ada OJK, tetapi lembaga ini pun awalnya didesain hanya untuk pengawasan bank yang dipisah dari BI. Tetapi krisis 2008 di Amerika memberikan pelajaran bahwa ada inter link antara bank dan non bank, perusahaan investasi dan lainnya. Akhirnya, UU No 21 tahun 2011 tentang OJK mengakomodasi sisi lain dari sektor keuangan yaitu non bank.

“Tetapi ini baru perubahan kelembagaan makronya, dalam aspek pengawasan belum ada. Misalnya, balik lagi ke Jiwasraya, lembaga penjamin polisnya enggak ada, amanat undang-undangnya sudah ada [U No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian], ” ujarnya.

Baca Juga :   OJK Kasih Kesempatan Terakhir untuk Kresna Life, Bila Program Konversi Tak Direstui Pemegang Polis, Izin akan Dicabut

Menurutnya, salah satu hambatan terkuat pembentukan lembaga penjamin polisi datang dari industri asuransi karena ada beban iuran. “Konsekuensi adanya LPS kan membayar iuran. OJK juga konsekuensinya ada iuran, yang tadi pengawasan udah dibayarin BI, tiba-tiba sekarang dia bayar iuran. Bebannya makin nambah kan? Terus asuransi enggak mau begitu. Karena dia lebih tidak fleksibel dalam pengelolaan keuangannya, pengelolaan dana dari polis-polis itu sehingga dia enggak mau,” ujarnya.

Menurutnya dengan adanya kasus Jiwasraya, mau tidak mau, lembaga penjamin polis itu dibentuk. Sama seperti LPS dulu yang dibentuk karena krisis tahun 1998.

“Sekarang case-nya ada Jiwasraya, Bumiputera, terus dana penisun juga ada. Itu dari sisi kelembagaan harus ada pembenahan,” ujarnya.

Aspek kelembagaan lainnya, menurut Eko yang perlu dibentuk terkait masalah tata kelola adalah, perlu adanya lembaga pengawas OJK. Bank Indonesia, menurutnya juga sudah memiliki lembaga pengawas yaitu Badan Supervisi Bank Indonesia. Hal-hal yang diawasi oleh BSBI tidak menyangkut kebijakan moneter yang dibuat oleh BI, tetapi terkait dengan aspek governance, laporan keuangan dan rencana investasi BI. Hasil pengawasan BSBI ini juga tidak diumumkan ke publik, tetapi hanya ke komisi XI DPR.

Baca Juga :   Kejagung Lengkapi Berkas Tersangka Jiwasraya, Benny Tjokro Ajukan Gugatan Perdata

OJK menurutnya, juga membutuhkan lembaga pengawasan spesifik seperti itu, yang laporannya juga diserahkan ke DPR sehingga pengawasan DPR juga lebih maksimal.

Leave a reply

Iconomics