Djohari Zein, Generasi Baby Boomer yang Ikut Mendirikan Startup Berbasis Teknologi

0
4403
Reporter: Petrus Dabu

Mendirikan perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi identik dengan kaum millennial. Anggapan itu tak salah karena memang banyak perusahaan rintisan yang ada di Indonesia dan juga di negara lain didirikan oleh anak-anak muda.

Tetapi, bukan berarti generasi tua atau baby boomer tak bisa ikut nyemplung mendirikan perusahaan rintisan berbasis teknologi. Salah satu yang telah melakukannya adalah Djohari Zein. Pria kelahiran Medan 16 April 1954 ini pada tahun 2018 lalu, bersama sejumlah anak muda mendirikan Paxel, perusahaan logistik berbasis teknologi yang menjadi perintis same day delivery inter city di Indonesia.

Misi Paxel, kata Djohari adalah menggerakan paket (kiriman) ke tempat tujuan atau target dengan memanfaatkan teknologi digital. Di Paxel, saat ini Djohari menjadi Executive Advisor dan merupakan salah satu investor pertama perusahaan startup ini.

“Kalau anak muda, anak milenial itu kan lebih ke karakter, sikap dan cara pandang. Saya terpanggil untuk membantu di sini karena saya lihat ide-ide, konsep-konsep yang ditawarkan itu memanfaatkan teknologi,” ujarnya kepada Iconomics di Jakarta, Jumat (31/1).

Kurang lebih separuh hidup Djohari memang bergelut dengan dunia logistik. Ia merupakan pendiri salah satu perusahaan jasa logistik terbesar di Indonesia yaitu PT TIKI Jalur Nugraha Ekakurir. Ia mendirikan perusahaan yang lebih dikenal dengan nama JNE ini pada tahun 1990 bersama mendiang  Soeprapto Suparno. Sebelum mendirikan JNE, sekitar tahun 1980 Djohari  sudah bekerja di perusahaan jasa logistik yaitu Skypak International Jakarta yang sekarang bernama TNT.

Baca Juga :   Raindo Menggandeng Mitra Strategis Angkasa Pura Logistik dan Angkasa Pura Kargo

Djohari saat ini menjadi komisaris di JNE sejak 2016 lalu. “Setelah jadi komisaris waktu saya jadi lebih banyak. Saya lebih banyak memikirkan solusi terhadap  problem-problem yang dihadapi JNE yang secara umum juga menjadi problem logistik di Indonesia. Dan tidak semua bisa diselesaikan oleh JNE langsung karena organisasinya sudah besar, menyangkut banyak orang. Oleh karena itu saya harus mempunyai semacam mesin untuk melakukan trial atau test dan sebagainya. Makanya saya bekerja sama dengan teman-teman ini membuat Paxel,” ujarnya.

Menurutnya, problem yang dikeluhkan di dunia logistik Indonesia dari dulu adalah biaya yang tinggi. “Ini menjadi challenge buat saya karena saya 30 tahun dunia ini [logistik], tetapi masalahnya masih sama seperti itu,” ujarnya.

Masalah lain yang dia lihat adalah meski teknologi kian maju, tetapi masih banyak perusahaan jasa logistik di Indonesia yang menggunakan proses konvensional dalam menjalankan bisnisnya mulai dari proses pengumpulan, sorting hingga delivery.

“Dalam proses ini masih banyak yang menggunakan sistem manual. Salah satu penyebab di mana banyak keluhan tentang logisitk Indonesia yang biayanya tinggi,” ujarnya.

Baca Juga :   Ninja Xpress Miliki Program Pinjaman Modal UKM

Paxel sendiri menggunakan sistem estafet dalam mengirimkan barang. Kurir (happines hero)  mengambil barang dari customer, lalu ditaruh di apa yang mereka sebut smart locker sebagai hub. Lalu, ada feeder yang menghubungkan setiap smart locker.  Kemudian nanti ada kurir lagi yang akan mengantarkan barang ke penerima. Jumlah estafetnya bisa 2-3 kali tergantung jarak ke penerima barang. Dalam proses estafet ini, Paxel mengplikasikan teknologi IoT.

Djohari mengaku puas dengan pencapaian Paxel dalam dua tahun kiprahnya di dunia logistik Indonesia. Menurutnya, keberadaan Paxel menjadi bukti bahwa jasa logistik sudah masuk dalam revolusi industri 4.0. Dengan mamanfaatkan teknologi, menurutnya, banyak masalah yang terpecahkan.

“Misalnya dengan konsep yang sekarang ini, sudah terbukti kecepatannya. Kemudian dari sisi productivity-nya itu jauh lebih baik. Ini bekerjanya langsung dan sorting-nya dilakukan secara digital. Itu tidak bayak menimbulkan kesalahan dan lebih cepat. Itu yang saya sangat hargai,” ujarnya.

Kemudian dari sisi time of delivery, menurutnya, lebih banyak sukses dari pada kegagalannya.  “Karena komunikasi itu berjalan. Kemudian ada juga misalnya orang yang umpanya sedang dalam perjalanan dia bisa mengatakan ‘oh nanti saja saya sedang tidak di rumah.’ Jadi ada komunikasi seperti itu yang membuat kiriman itu sangat efektif. Bisa didrop dulu di locker yang terdekat,” ujarnya.

Baca Juga :   Komisi I Dorong Kominfo Dukung Layanan Pos Logistik untuk Percepat Digitalisasi

Djohari melihat dalam beberapa tahun ini sektor logistik Indonesia tumbuh begitu pesat seiring dengan berkembangnya perusahaan e-commerce. Ia berharap dengang menggunakan teknologi, sektor logistik bisa menjawab harapan pelaku industri e-commerce  agar biaya logistik tidak menjadi beban bagi pertumbuhan e-commerce. “Dengan model Paxel biaya itu bisa menjadi fix cost tidak seperti model-model konvesnional yang semakin banyak kiriman semakin tinggi biayanya,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics