BI: Transformasi Digital Bukan Sekadar Adopsi Teknologi Tercanggih untuk Gantikan yang Ketinggalan Zaman

0
1245
Reporter: Petrus Dabu

Digitalisasi adalah sebuah keniscayaan termasuk bagi perbankan. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini, transaksi keuangan secara digital makin menjadi pilihan masyarakat karena kebutuhan untuk mengurangi kontak langsung.

Filianingsih Hendarta,  Asisten Gubernur-Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia mengatakan perbankan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan terutama setelah adanya wabah Covid-19. Perbankan yang selama ini lebih menasbihkan diri sebagai the strongest dalam industri keuangan, tidak akan berhasil menghadapi masa depan apabila resisten terhadap perubahan. Maka, tidak ada langkah lain yang harus dilakukan oleh perbankan selain bertransformasi digital secara end to end.

“Bertransformasi secara digital tentunya bukan sekedar melakukan perubahan proses bisnis dari manual menjadi otomasi dan bukan juga mengadopsi teknologi tercanggih untuk menggantikan teknologi yang sudah ada yang ketinggalan zaman. Tetapi bertransformasi digital ini mengandung makna yang lebih dalam, yaitu mencakup perubahan mindset yang diikuti dengan perubahan prilaku. Digital transformation is not about technology, is about people,” ujarnya dalam webinar pada Selasa (22/9).

Tranformasi ke digital, tambahnya juga harus dibarengi dengan meningatkan keamanan (cyber security), perlinduang konsumen (customer protection), manajemen risiko (risk management) dan sumber daya manusia yang mumpuni.

Baca Juga :   Kinerja Sektor Keuangan Masih Bagus, Revisi Undang-Undang BI Tak Perlu

Filianingsih memaparkan tiga elemen penting yang perlu menjadi bagian dari pola pikir (mindset) para pelaku industri perbankan agar transformasi digital dapat berhasil dilakukan.

Pertama, customer experience. Digitalisasi telah mengubah prinsip-prinsip fundamental dalam berbisnis dan berkompetensi. Kompetensi di era digital tidak hanya menuntut korporasi itu mendeliver barang atau jasa secara lebih baik, lebih cepat dan lebih murah. Namun juga kenyamanan bagi setiap konsumen. Digitalisasi memungkinkan personalized user experience. Ini menjadi keunggulan kompetitif bagi perusahaan digital, baik fintech maupun big tech dalam mempersonalisasi layanan yang mereka tawarkan.

“Ini hal baru tentunya bagi perbankan yang selama ini lebih terbiasa menawarkan produk dan layanan yang terstandar. Mindset perbankan untuk berinovasi dan menciptakan produk serta layanan keuangan ini nampaknya harus berubah dengan mengedepankan kebutuhan dari nasabah, dari konsumen. Jadi harus beralih kepada consumer centric.  Tadinya kita tahu perbankan lebih banyak memberikan value added services kepada platinum atau premium customer. Tetapi di sini dituntut bagaimana layanan itu juga bisa dinikamtin juga oleh semua lapisan, semua customer,” jelas Filianingsih.

Baca Juga :   Airlangga: QRIS Lintas Negara akan Kurangi Penggunaan Dollar

Kedua adalah inovasi dan competitive environment.  Di era digital saat ini sekat-sekat antara industri semakin kabur. Landscape persaingan juga telah berubah, tidak hanya terjadi dalam satu bidang industri tetapi juga sudah masuk ke lintas bidang industri, khsusnya perusahan teknologi.

Di sektor keuangan, peran non bank mulai dari perusahaan startup sampai dengan perusahaan teknologi berskala besar (big tech) semakin menonjol dan sekaligus mengubah struktur dan tatanan industri dengan inovasi layanan yang memanfaatkan dua hal yaitu teknologi dan akumuasli data granular.

Sebagai  contoh, jelas Filianingsih, di area sistem pembayaran, porsi volume transaksi ritel uang elektronik sudah tumbuh sangat signifikan. Di tahun 2015 hanya 9,8%, tetapi di tahun 2019 itu sudah mencapai 40,7%. Demikian juga dengan porsi transaksi non bank juga tumbuh secara substansial dari 1,5% di tahun 2015 menjadi 24,7% di tahun 2019.

“Dalam konteks ini perbankan membutuhkan mindset coopetition yaitu colaboration dan competition untuk meningkatkan kualitas layanannya. Era new normal ini memperlihatkan bahwa persaingan tidak lagi harus direspon secara one to one. Tetapi kolaborasi menjadi kata kunci yang mampu memaksimalkan manfaat digitalisasi bagi seluruh pihak sekaligus juga menjamin persaingan yang sehat diantara para pelaku,” ujarnya.

Baca Juga :   Kepesertaan BI-FAST Terbuka untuk Semua Bank dan Lembaga Selain Bank

Ketiga, financial stability. Digitalisai perlu bergerak bersamaan dengan upaya menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan dan juga stabilitas sistem pembayaran. Digitalisasi perbankan ini harus dirancang dengan benar agar inovasi di sektor keuangan ini dapat berkembang secara optimal. Dalam konteks ini agility perbankan dalam berinovasi diharapkan mampu  berpadu dengan kapakaran atau keahlian perbankan dalam hal manajemen risiko. Hal ini untuk mencegah terjadinya instablitas di sistem keuangan.

“Kita tahu bahwa mindset perbanakan yang mengedepankan prinsip kehati-hatian ini tetap perlu dipertahankan dengan membuka ruang manuver untuk berinovasi. Dengan demikian kita yakini bahwa perbankan dapat menjaga daya saingnya serta perannya sebagai lembaga intermediasi utama di dalam sistem keuangan  tetap bisa terjaga,”katanya.

Leave a reply

Iconomics