Menyoal Rendahnya Tarif Frekuensi Jaringan Seluler di Indonesia, Bagaimana Posisi Telkomsel?

0
37
Reporter: Kristian Ginting

Telkomsel

Setelah sempat menjadi pemberitaan di berbagai media daring, Indonesian Audit Watch (IAW) pun ikut menyoroti kinerja PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Jika sebelumnya Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi melaporkan Direktur Utama Telkomsel Nugroho ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi senilai Rp 147 miliar, IAW justru menyoal proyek fiktif dan frekuensi yang diduga merugikan keuangan negara.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus mengatakan, skandal dugaan suap terkait bisnis SMS korporasi (A2P SMS) yang melibatkan Nugroho dengan salah satu pimpinan DPR bukan kasus biasa. Hal itu dinilai sebagai puncak gunung es dari praktik sistematis perampokan negara lewat badan usaha milik negara (BUMN) sektor telekomunikasi.

“Audit BPK dari 2015 hingga 2023 sudah menemukan terkait frekuensi yang dijual murah. Laba disedot ke Singapura lewat Singapore Telecommunications Limited (Singtel),” tutur Iskandar dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (6/5).

Dari catatan kompas.id, Telkomsel saat ini menggunakan beberapa frekuensi untuk jaringan selulernya, termasuk 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz, dan 2300 MHz. Frekuensi 700 MHz dan 26 GHz juga dipertimbangkan untuk lelang di masa depan.

Iskandar mengatakan, skema dalam bisnis tersebut diduga mirip dengan sebelumnya yakni kerja sama semu, pembengkakan biaya, pengalihan laba ke luar negeri, dan manipulasi frekuensi. Kisah kerja sama demikian bukan pula yang pertama dan terakhir, sehingga perlu menyikapinya dengan tegas.

Baca Juga :   Anggota Komisi VI Ini Kritik Kemendag karena Dinilai Lambat Menstabilkan Harga di Bulan Ramadhan

“Kami peringatkan para pemangku kepentingan bahwa apa (dugaan skandal) yang terjadi hari ini sudah berlangsung minimal sejak 10 tahun lalu, dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK sudah lama menyebutkannya, tapi para pemangku membiarkan begitu saja,” kata Iskandar.

Terkait frekuensi ini, kata Iskandar, merupakan barang publik meski diperdagangkan seperti milik pribadi. Merujuk LHP Nomor 03/LHP/XV/2015, 07/LHP/XI/2018, dan 12/LHP/IX/2021, BPK menemukan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi Indonesia hanya 0,576%, dan menjadi termurah se-Asia Tenggara.

“Ditemukan bahwa tarif frekuensi Indonesia hanya 0,576%, terendah jika dibandingkan dengan Malaysia (3%) atau Vietnam (2%–5%). BPK merekomendasikan supaya tarif tersebut dinaikkan minimal 2%, namun Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang Komdigi) mengabaikan rekomendasi itu selama 8 tahun,” tambah Iskandar.

Berdasarkan hasil simulasi IAW, kata Iskandar, bila tarif frekuensi dinaikkan sekitar 2%, maka negara bisa mendapat tambahan pendapatan senilai Rp 20 triliun per tahun. Akan tetapi, pendapatan dari tarif frekuensi tersebut justru menguap karena tidak ada transparansi.

“Ini jelas melanggar Pasal 3 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara karena frekuensi tidak digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Juga melanggar pasal 2 UU Tipikor terkait penyalahgunaan wewenang oleh Kominfo (Komdigi),” kata Iskandar.

Baca Juga :   Rekam Jejak Menpora hingga Komisaris BUMN yang Terseret Kasus BTS 4G

Lantas apa hubungannya dengan Telkomsel? Menurut Iskandar, karena Singapore Telecommunications Limited (Singtel) mengempit 30,1% saham Telkomsel, maka tarif frekuensi selular yang rendah itu menguntungkan perusahaan milik Temasek Holdings itu. Bahkan, dari hasil audit BPK pada 2021, Telkomsel membayar royalti senilai Rp 1,2 triliun ke Singtel.

“Dengan harga (pembayaran tarif frekuensi) 30% di atas nilai pasar,” tandas Iskandar.

Terkait kebijakan tarif frekuensi itu, wartawan theiconomics.com berupaya menghubungi Meita dari Biro Humas Komdigi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp. Namun, hingga berita ini diturunkan, Meita belum juga menjawabnya.

Begitu pula dengan pihak Telkomsel untuk mengetahui posisi mereka dalam hal tarif tersebut lewat Vice President Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel Saki H Bramono. Hingga berita ini diturunkan, Saki sama sekali tidak menjawabnya.

Skandal Telkomsel
Sebelumnya, Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi menduga Dirut Telkomsel Nugroho terlibat skandal rasuah senilai Rp 147 miliar, sehingga melaporkannya ke KPK pada pekan lalu. Koordinator Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi, Amri mengatakan, dugaan korupsi yang melibatkan Nugroho itu karena ada yang janggal terkait dugaan transfer kepada 2 perempuan berinisial ADR dan FE.

Baca Juga :   Kementerian BUMN dan FHCI Perpanjang Pendaftaran Lamaran Kerja hingga Besok

Kemudian, Amri pun membandingkan laporan harta kekayaan (LHKPN) Nugroho dengan uang senilai Rp 147 miliar itu. Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan ke KPK, total kekayaan Nugroho mencapai sekitar Rp 84 miliar periode 2023. Yang menarik dari LHKPN itu, jumlah kas dan setara kas milik Nugroho mencapai Rp 43 miliar lebih.

Dugaan lainnya, laporan Koalisi Mahasiswa Anti Korupsi itu juga terkait bahwa Nugroho terlibat skandal suap dalam bisnis SMS korporasi (A2P SMS). Untuk diketahui, ini adalah bisnis layanan penyebaran pesan singkat bagi korporasi yang dikelola oleh operator seluler.

Laporan itu menyoroti praktik monopoli ilegal dalam bisnis A2P SMS yang diduga dialihkan ke perusahaan “misterius” bernama PT Kode Digital Nusantara (KDN). Lewat PT KDN, Nugroho diduga terlibat skandal suap dengan salah satu pimpinan DPR.

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics