AESI: Jalannya Peraturan Menteri ESDM No. 26/2021 Tingkatkan Keekonomian PLTS Atap

0
840

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengapresiasi dijalankannya Peraturan Menteri ESDM No. 26/2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Peraturan ini merupakan perbaikan ketiga dari Permen ESDM No. 49/2018, dan meski telah diundangkan sejak Agustus 2021, sempat mengalami penundaan pelaksanaan.

“Potensi energi surya Indonesia mencapai 19.800 gigawatt-peak (GWp) dan memegang peran penting untuk mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di 2025 sesuai target PP No. 79/2014 dan Perpres No. 22/2017 dan rencana transisi energi untuk mencapai target Net-Zero Emission di 2060 atau lebih awal,” kata Fabby dalam siaran pers tertulis.

Ia mengatakan PLTS atap sangat sesuai dengan kebutuhan untuk mengakselerasi penambahan pembangkit energi terbarukan di luar RUPTL PLN hingga 2025. Menurutnya, PLTS atap juga merefleksikan gotong royong masyarakat memanfaatkan energi terbarukan tanpa membebani keuangan negara, serta berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi hijau.

Permen ESDM No.26/2021 di antaranya memuat ketentuan ekspor-impor 1:1 ke dan dari jaringan PLN (sebelumnya 0,65:1) dan jangka waktu reset kelebihan ekspor listrik yang diperpanjang dari tiga bulan menjadi enam bulan. Perubahan ini akan mempercepat waktu pengembalian investasi pelanggan sehingga meningkatkan keekonomian PLTS atap. Kendala terkait proses pengajuan dan perizinan yang hendak ditangani dengan peraturan baru ini juga diharapkan mampu meningkatkan daya tarik PLTS atap karena calon pengguna mendapatkan kepastian.

Baca Juga :   Harga Gas Bumi Jadi US$6 per MMBTU per 1 April

Menurut Fabby, perbaikan regulasi ini menjawab aspirasi masyarakat dan telah ditunggu pelaksanaannya sejak tahun 2021 lalu. Keekonomian masih menjadi salah satu faktor penentu bagi calon pengguna PLTS atap, di samping motivasi lainnya seperti kontribusi pelestarian lingkungan dan persepsi bahwa PLTS atap merupakan teknologi yang keren.

Temuan ini didapatkan dari survei pasar yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jabodetabek, Surabaya, Bali, dan Jawa Tengah. Dalam survey tersebut mayoritas responden khususnya rumah tangga menginginkan periode balik modal investasi di bawah 7 tahun, dominan di 3-5 tahun. Dengan menjadikan tarif ekspor listrik setara tarif impor (1:1), periode balik modal dapat diperpendek 1-2 tahun dari yang sekarang di atas 10 tahun.

Perbaikan regulasi yang meningkatkan keekonomian terbukti menjadi pendorong utama naik pesatnya instalasi PLTS atap di sektor industri dalam 3 tahun terakhir, yang meningkat hingga 35

MW dari sekitar 6 MW di 2018, menurut data IESR. Kenaikan ini adalah dampak dari revisi Permen ESDM untuk penurunan biaya paralel kapasitas dari 40 jam per bulan menjadi 5 jam per bulan.

Leave a reply

Iconomics