Ini Beberapa Pokok Pengaturan RPP Sektor Perdagangan, Turunan dari UU Cipta Kerja

0
872

Pemerintah menyusuan 44 aturan pelaksan dari UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, salah satunya di sektor perdagangan. Berbagai rancangan peraturan teknis tersebut saat ini sedang disosialisasikan kepada berbagai pemangku kepentingan.

Indrasari Wisnu Wardhana, Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Perdagangan menjelaskan di dalam UU Cipta Kerja ada tiga bagian besar yang diamanatkan kepada Kementerian Perdagangan. Pertama, bidang perdangan luar negeri. Di bidang perdagangan luar negeri terdapat 10 pasal yang harus dijabarkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yaitu pasal 33, pasal 38, pasal 42, pasal 45, pasal 47, pasal 51, pasal 52 pasal 74, pasal 77 dan pasal 81.

Kedua, terkait dengan perdagangan dalam negeri terdapat lima 5 pasal yang harus dijabarkan dalam RPP yaitu pasal 11, pasal 14, pasal 15, pasal 24 dan pasal 30.

Ketiga, terkait dengan pengawasan di sektor perdagangan ada 8 pasal yaitu: pasal 6, pasal 57, pasal 60, pasal 61, pasal 98, pasal 99, pasal 100 dan pasal 102.

Baca Juga :   Ekspor Otomotif ke Filipina Kena BMTPS, Ini Penilaian Mendag

Dari tiga bagian besar ini, lanjut Wisnu, RPP sektor perdagangan terdiri atas 8 bagian yaitu kebijakan pengedalian ekspor impor; penggunaan atau kelengkapan berlabel bahasa Indonesia; distribusi barang; sarana perdagangan; standarisasi; metrologi legal; pengembangan ekspor dan pengawasan kegiatan perdagangan;  dan pengawasan terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.

Terkait pengendalian ekspor impor, Kementerian Perdagangan melakukan pengendalian ekpsor dan impor sesuai dengan amanat UU No 11/2020 maupun UU No 7 tahun 2014. Kemudian, juga diatur soal  barang tertentu yang dikenakan verifikasi atau pemeriksaan teknis. “Tentuya ini akan diputuskan di kantor Menko, tetapi kami yang menetapkan tata cara pengaturannya,” ujar Wisnu dalam acara serap aspirasi implementasi UUCK di Bandung, Senin (7/12).

Pokok pengaturan lainnya terkait pengendalian ekspor impor adalah ekspor barang hanya dilakukan oleh pelaku usaha yang telah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Demikian juga impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir yang memenuhi perizinan berusaha dari Kementerian Perdagangan. Perizinan ini dilakukan berdasarkan gradasi risiko. Bila berisiko rendah maka cukup pendaftaran. Sebaliknya, kalau risikonya menengah ada izin yang agak lebih tinggi dan kalau risko tinggi diperlukan izin yang lebih ketat lagi.

Baca Juga :   UU Cipta Kerja Disahkan, PT Pupuk Kaltim Berharap Perizinan Kawasan Industri Lebih Lancar

Perizinan berusaha dalam rangka pengendalian ekpsor impor ini dilakukan secara elektronik melalui sistem yang terintegrasi.

Importir juga wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. “Jadi, kalau tidak baru nanti akan diatur tersendiri,”ujar Wisnu.

Masih terkait pengendalian ekpsor impor, juga diatur soal kriteria barang yang dilarang untuk ekspor dan impor terutama meyangkut K3L.

Penetapan barang yang dibatasi ekpsor dan barang yang dibatasi impor ditetapkan oleh Menteri Perdagangan, tetapi pembahasannya dilakukan dalam rapat koordinasi di kantor Menko Perekonomian atau sidang kabinet.

Selain itu juga juga ada ketentuan mengenai penyediaan data terkait dengan ekspor impor pada sistem informasi terintegrasi dalam rangka kebutuhan neraca komoditas. “Pada intinya nanti kita akan meminimalisir adanya rekomendasi. Jadi semua didasarkan pada neraca komoditas,” ujarnya.

Menteri perdagangan juga dapat menetapkan eksportir dan importir yang bereputasi baik. Ini terkait dengan Indonesia Single Risk Managment yang dilakukan bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Kita akan buat mereka yang berstatus reputable trader itu akan diberikan kemudahan,” ujar Wisnu.

Baca Juga :   Implementasi IACEPA, Peluang Pebisnis Indonesia-Australia Tambah Lega

Selain itu juga akan diatur mengenai pembatasan ekpsor dan impor barang sebagai bahan baku atau bahan penolong industri. “Jadi kalau ada keperluan atau kepentingan nasional kita dapat melarang ekspor atau pun melakukan importasi terhadap barang-barang tertentu yang memang dibutuhkan untuk kepentingan nasional,” ujarnya.

Terkait degan penggunaan atau kelengkapan berlabel bahasa Indonesia, beberapa pokok pengaturan diantaranya kewajiban untuk menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Artinya semua barang yang diperdagangkan wajib mengggunakan label berbahasa Indonesia.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics