
Keanekaragaman Hayati Harus Dimanfaatkan untuk Perkuat Ketahanan Pangan RI

Ketua Umum Pakar DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Agus Pakpahan dalam diskusi virtual bertajuk “Tantangan Ketahanan Pangan” yang digelar Forum Merdeka Barat (FMB9) di Jakarta, Jumat (19/8).
Pemerintah harus memanfaatkan keanakeragaman hayati di Indonesia untuk membuat ketahanan pangan Indonesia kokoh. Sebab, penopang ketahanan pangan tidak hanya beras, tetapi juga dari berbagai jenis pangan lokal yang ada.
Diversifikasi pangan akan membuat ketahanan pangan Indonesia lebih adaptif ke depannya, sehingga lebih tahan menghadapi krisis.
“Banyak keanekaragaman hayati di Indonesia, kita bisa ambil keuntungan dari iklim tropis, lalu struktur kepulauan juga. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus melihat kondisi itu,”ungkap Ketua Umum Pakar DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Agus Pakpahan dalam diskusi virtual bertajuk “Tantangan Ketahanan Pangan” yang digelar Forum Merdeka Barat (FMB9) di Jakarta, Jumat (19/8).
Ia mengatakan bahwa negara Indonesia disatukan oleh ideologi Pancasila, biar berbeda beda tetapi tetap satu, demikianpun dalam hal pengembangan pangan di tanah air, harus disesuaikan dengan kondisi di setiap daerah.
“Sagu misalnya bisa dikembangkan di Papua, karena itu tidak perlu ada konversi lahan di sana, begitu juga yang dilakukan di Kalimantan dan daerah lainnya, sesuai dengan potensi di sana,”terang Agus.
Agus menambahkan bahwa Indonesia perlu belajar dari yang telah dilakukan Jepang. Negara tersebut menggunakan pendekatan fungsionalitas dalam membangun ketahanan pangannya, bukan pendekatan komoditas, sementara kita masih menggunakan pendekatan komoditas.
Pendekatan fungsionalitas itu bukan fokus pada beras, jagung dan lain lain, tetapi kita masuk misalnya ke protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Dengan arti kita gunakan cara pandang keanekaragaman hayati sebagai sumber daya utama. Supaya Indonesia bisa lebih fleksibel, bisa lebih adaptif dengan masa depan karena sesuai dengan iklim tropika, dengan keanekaragaman hayatnya.
“Misalnya sukun, talas, sagu kita bisa jadikan tepung yang sama sama ada juga karbohidratnya,”ucapnya.
Ia mengatakan, Indonesia boleh saja swasembada beras saat ini tetapi faktanya Indonesia juga masih banyak impor buah buahan, begitu juga sayur sayuran, kita masih impor protein, mineral.
Dari Global Hunger Indeks Indonesia masih tertinggal 50 tahun dari negara maju. Karena itu, Indonesia harus fokus pada peningkatan kapasitas pertanian untuk jangka panjang, inovasi teknologi pertanian itu harus terus dilakukan, seperti yang dilakukan Jepang. Karena, lahan itu konstan, maka harus inovatif agar nilai tambahnya meningkat.
“Pertanian harus terintegrasi dengan industrialisasi, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah per unit sumber daya alamnya,”ujarnya.
Leave a reply
