Harga Saham Perbankan Turun Tajam, OJK: Kinerja Fundamental Tetap Solid

0
84

Saham perbankan bluechip seperti Bank Mandiri (BMRI), BRI (BBRI) dan BCA (BBCA) memiliki kinerja yang buruk sepanjang 2025 ini. Bahkan mengutip statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) per 3 Maret, tiga bank papan atas tersebut masuk dalam jajaran top laggards alias pemberat bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, secara fundamental kinerja perbankan nasional tetap solid.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, menghadapi penurunan harga saham ini, berdasarkan survei terakhir yang dilakukan OJK, kalangan perbankan tetap optimistis.

“Mereka tetap fokus pada kinerja fundamenal yang solid dan tata kelola yang baik, sehingga akan tetap menjaga kepercayaan investor baik domestik maupun internasional,” ujar Dian dalam konferensi pers bulanan, Selasa (4/3).

Dalam kondisi penurunan harga saham seperti saat ini, Dian meminta perbankan meningkatkan transparansi dan komunikasi kepada investor, baik  ritel maupun institusi untuk meminimalisasi asimetrik informasi serta kesenjangan yang terjadi antara kinerja dan persepsi.

“Sebetulnya kalau saya dapatkan katakan sekarang ini situasinya adalah perbedaan antara persepsi market dengan kondisi bank-bank yang dalam kondisi yang baik secara fundamental,” ujarnya.

Baca Juga :   AJ Syariah Bumiputera Dikenai Sanksi

Mengutip statistik BEI per 3 Maret, tiga bank papan atas yaitu BMRI, BBRI dan BBCA masuk dalam jajaran top laggards alias pemberat bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Saham BMRI secara year to date (hingga 3 Maret) turun 14,04%, BBRI turun 10,05% dan BBCA turun 9,04%.

IHSG berada di level 6.519,65 pada penutupan perdagangan 3 Maret 2025, menurun 7,91% dari  7.079,90 pada 30 Desember 2024.

Dian mengatakan, penurunan IHSG termasuk saham-saham perbankan bluechip terjadi karena aksi jual investor asing yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal, antara lain divergensi pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih terus berlanjut.

“Penguatan ekonomi Amerika Serikat serta dampak kebijakan tarif [pemerintah Amerika Serikat] juga menahan proses disinflasi di Amerika Serikat dan berdampak pada menguatnya ekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FRR) yang lebih terbatas, sehingga memang mungkin akan masih cukup lama di rezim suku bunga yang tinggi,” ujar Dian.

Selain itu, tambah Dian, menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat mempengaruhi pandangan investor terhadap aset-aset yang berdenominasi rupiah, termasuk saham-sama bluechip  perbankan.

Baca Juga :   OJK Bersiap Pindah ke IKN, Kantor Mulai Dibangun Tahun 2025

Mengutip data BEI, investor asing melakukan aksi jual senilai Rp22,03 triliun sepanjang 2025 hingga 3 Maret.

Catatan OJK,  pada Januari 2025, pertumbuhan kredit perbankan tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,27%  yoy (Desember 2024: 10,39%) menjadi Rp7.782 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,22%, diikuti oleh Kredit Konsumsi 10,37%, sedangkan Kredit Modal Kerja 8,40%. 

Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 10,98% yoy. 

Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,8%, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,88%.

Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 5,51% yoy (Desember 2024: 4,48 persen yoy) menjadi Rp8.879,2 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,86%, 6,59%, dan 3,49% yoy.

Likuiditas industri perbankan pada Januari 2025 juga tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 114,86% (Desember 2024: 112,87%) dan 26,03% (Desember 2024: 25,59%), masih di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 211,20%.

Baca Juga :   OJK Berusia 9 Tahun, Inilah Pesan Presiden, Wapres dan Ketua DK OJK

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,18% (Desember 2024: 2,08%) dan NPL net sebesar 0,79% (Desember 2024: 0,74%). Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 9,72% (Desember 2024: 9,28%). Meskipun meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, namun rasio NPL gross dan LaR menurun dibandingkan posisi Januari 2024 yang masing-masing sebesar 2,35% dan 11,6%. Rasio LaR tersebut juga di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93% pada Desember 2019.

Secara umum, tingkat profitabilitas bank (ROA) sebesar 2,34% (Desember 2024: 2,69%), menunjukkan kinerja industri perbankan tetap resilien dan stabil.

Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi yaitu sebesar 27,05% (Desember 2024: 26,69%), menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics