Soleh Ayubi, Pulang Kampung untuk Mendigitalisasikan Sistem Kesehatan Indonesia

0
2090
Reporter: Petrus Dabu

Bukan Mencari Gaji

Dengan perjalanan karir yang cemerlang di Amerika Serikat, jelas gaji bukanlah yang dicari Ayubi di BUMN. Malah, ungkapnya, gajinya turun bila dibandingakan sebagai direktur perusahaan di Amerika. “Mengejar jadi terkenal juga buat apa, saya bukan artis juga,” ujarnya.

Tetapi, ada satu hal yang selalu menjadi spiritnya. Semangat yang semakin ke sini, semakin dia rasakan. Apa itu?  “Waktu kita enggak lama sebenarnya. Waktu kita sebagai human, untuk punya legacy yang bagus itu enggak lama sebenarnya. Berapa sih fine-finenya orang? 5 tahun, 10 tahun?  5 tahun, 10 tahun itu kalau pingin buat legacy yang bagus itu waktu yang sangat cepat sebenarnya,” ujarnya.

Karena itulah, bagi Ayubi, mumpung dipercaya untuk menduduki suatu posisi yang bagus, mumpung masih sehat, mumpung masih muda, ya buatlah suatu legacy.”Jadi do something meaningful.  Itu yang saya pegang,” ujarnya.

Saat berdiskusi dengan Menteri BUMN Erick Thohir, Ayubi juga menangkap spirit yang sama. “Beliau banyak mengeluarkan keputusan yang pro dengan anak muda, keputusan yang pro dengan perempuan. Misalkan yang baru saja keluar, keputusan Penyertaan Modal Negara (PMN) itu yang sangat transparan, sangat jelas. Kalau saya tanya, itu bahasanya, ‘mas mumpung saya pegang, mumpung tanda tangan saya masih laku.’ Jadi bahasa-bahasa seperti itu, yang mumpung saya melakukan kebijakan bagus, mumpung saya menterinya. Nanti kalau menterinya dipegang oleh yang tidak mengerti bisnis bagaimana?  Bahasa aji mumpung itu harus dipakai ketika kita mau melakukan sesuatu yang bagus,” ujarnya.

Baca Juga :   Perumnas Siapkan 3 Proyek Hunian TOD untuk Program Sejuta Rumah

Masih terkait mumpung, Ayubi mengatakan mumpung saat ini sedang pandemi Covid-19. Sekaranglah momentum yang tepat untuk memperbaiki sektor kesehatan. Pandemi ini membuat perhatian terhadap sektor kesehatan termasuk terhadap BUMN yang bergerak di sektor ini sedang tinggi. “Dalam sejarahnya BUMN farmasi, itu sekali-kalinya kita melakukan PMN, jadi disuntik modal negara itu tahun kemarin. Dan itu kita enggak minta, ditawarin. Itu dalam sejarahnya healthhcare Indonesia, BUMN ditawari PMN. BUMN yang lain minta-minta, kita ditawarin,” ujarnya.

Semesta sedang mendukung. Semua orang saat ini pasti mendukung perbaikan sektor kesehatan. Dan momentum ini, menurut Ayubi tidak akan berlangsung lama. “Mungkin nanti ketika pandemi ini hilang, healthcare jadi anak tiri lagi. Dalam 130 tahun berdirinya Bio Farma, tahun 2020 itu masa keemasannya. Dikunjungi Presiden, dikunjungi menteri bolak-balik, dikunjungi pejabat bolak-balik. Sebelumnya? Enggak ada. Makanya sekarang mumpung begitu, mumpung sekarang sedang seperti ini, ayo kita perbaiki healtcare sistemnya Indonesia,” ujarnya.

Mendigitalisaiskan BUMN Kesehatan

Banyak pekerjaan yang dilakukan Ayubi sebagai Chief Digital Healthcare Officer PT Bio Farma (Persero). Bio Farma sendiri adalah sebuah holding BUMN farmasi yang membawahi Kimia Farma dan Indofarma. Bisnis holding farmasi ini membentang dari R&D, manufaktur hingga bisnis ritel.  “Jadi, kalau ngomongin end to end healthcare ekosistem, kita itu hampir komplit, kecuali asuransi kita enggak punya,” ujarnya.

Baca Juga :   Waskita Karya Kerjakan 6 PSN, Realisasinya Sudah Mencapai 87%

Sebagai Chief Digital Healthcare Officer, tugas Ayubi mencakup tiga hal. Pertama, menyatukan bagian-bagian yang terpisah dalam satu ekosistem kesehatan. Bagian-bagian ini, mulai dari R&D hingga ritelnya, selama ini seperti tidak saling ngomong. Contoh saja, bagian R&D tak jarang meneliti sesuatu yang sering kali tak diinginkan oleh pasar. Bagian manufaktur atau produksi juga tidak jauh beda, memproduksi sesuatu yang tak diserap pasar.

“Kenapa? Karena enggak nyambung antara R&D dengan produksinya, dengan ritelnya, dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Karena itulah, fragmen-fragmen yang terpisah ini harus disatukan (connecting the dot). “Enggak ada cara lain selain digitalisasi. Jadi harusnya kelihatan, kalau produk di ujung sana belum laku, di sini harus stop produksi. Pabriknya bisa diutilisasi untuk yang lain,” ujarnya.

Setelah berbagai fragmen ini terhubung secara digital, tugas kedua adalah generate business value. Business value yang pertama adalah efiseinsi. Dalam hal ini, digitalisasi harus menghasilkan efisiensi misalnya dari sisi biaya pokok produksi. Business value yang kedua adalah new revenue. Jadi produk-produk yang sebelumnya tidak pernah ada menjadi ada dengan digitalisasi. Misalnya, telemedicine. Business value yang ketiga adalah customer experience. Customer experience harus ditingkatkan dengan adanya digitalisasi. Kemudian business value yang keempat adalah percepatan R&D dan yang kelima mendukung public health initiative. Bio Farma dalam hal ini memberikan dukungan terhadap berbagai program pemerintah. Salah satu program pemerintah tersebut adalah program vaksinasi bagi 70% penduduk Indonesia. Bio Farma memiliki peran sentral. Selain sebagai produsen vaksin, perusahaan ini juga memastikan pergerakan vaksin yang mencapai 600 juta pertantau secara digital.

Baca Juga :   Bank Mandiri akan Relaksasi Kredit UMKM

Adapun tugas ketiga sebagai Chief Digital Healthcare Officer adalah mempercepat tugas pertama dan kedua.

 

Berita ini bersumber dari majalah/e-magazine The Iconomics.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2 3 4

Leave a reply

Iconomics