
Isu Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu Dinilai Indikasi Menguatnya Oligarki Parpol

Ilustrasi Pemilu 2024/Okezone
Partai Nasdem menilai menguatnya oligarki partai politik (parpol) semakin terlihat terutama munculnya isu Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Model pemilu dengan sistem proporsional tertutup akan semakin mengaburkan rakyat dalam memilih kandidat potensial yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai Nasdem, Atang Irawan mengatakan, sistem proporsional tertutup akan membuat percepatan kepentingan rakyat berada dalam ruang gelap parpol.
“Sejarah buram eksistensi parpol yang kerap dipandang hanya elitis, birokratis dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri melalui skema konspirasi konfigurasi kepentingan elite partai menjadi momok yang menakutkan bagi civil society,” kata Atang dalam keterangan resminya, Senin (2/1).
Menurut Atang, sistem proporsional tertutup itu memilukan bagi demokrasi karena parpol merampas hak rakyat dalam menentukan wakilnya. Ini menunjukkan artikulasi kepentingan rakyat semakin jauh termasuk fungsi representasi membuat rakyat semakin rentan terhadap wakilnya karena nomor urutnya ditetapkan oleh parpol.
Di samping itu, kata Atang, rekrutmen terhadap calob legislative pun semakin tertutup dan tidak transparan. Padahal, Pasal 241 UU Pemilu mensyaratkan seleksi bakal caleg dilaksanakan secara demokratis dan terbuka.
Karena itu, kata Atang, sistem proporsional tertutup bukan hanya langkah mundur dalam perjuangan demokrasi, bahkan menuju titik nadir bagi hak konstitusioal rakyat untuk menentukan wakilnya. Itu sebabnya, hal tersebut perlu diwaspadai dan bisa memicu kepercayaan terhadap parpol semakin rendah sehingga memunculkan apatisme dan apolitis bakal bersemi kembali.
Dengan sistem proporsional tertutup, kata Atang, rakyat tidak pernah tahu siapa yang akan mewakilinya karena semua menjadi otoritas parpol atau seperti memilih kucing dalam karung. Dan, lebih miris, wakil yang tidak mendapatkan dukungan signifikan dari rakyat dapat melenggang ke lembaga legislatif hanya karena nomor urutnya lebih kecil daripada suara terbesar.
“Miris memang. Suara rakyat hanya akan menjadi komoditas partai politik dan dimanipulasi oligarki parpol,” ujar Atang.
Sebelumnya, Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI Perjuangan Cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok) mengajukan uji materiil atas sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu tahun 2017. Sistem proporsional terbuka dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan membuat biaya politik tinggi.
Leave a reply
