Soal Pernyataan Sistem Proporsional Tertutup Jadi Polemik, Begini Penjelasan Ketua KPU

0
308
Reporter: Rommy Yudhistira

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjelaskan duduk persoalan pernyataannya yang menimbulkan kontroversi belakangan ini, khususnya terkait sistem proporsional tertutup. Hasyim mengaku menyampaikan hal tersebut dalam rangka menanggapi uji materiil atas Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Hasyim, tanggapan tersebut disampaikan dalam “Catatan Akhir Tahun KPU 2022” yang dihadiri 24 rektor perguruan tinggi. Dalam kesempatan itu, KPU bekerja sama dengan asosiasi keilmuan dan ada satu peristiwa yang mungkin saja dapat mempengaruhi sistem pemilu yang digunakan saat ini.

“Kami hanya menyampaikan bahwa ada peristiwa hukum judicial review yang ini berpengaruh kepada pemilu,” kata Hasyim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1).

Hasyim mengatakan, sistem pemilu yang dipakai saat ini memiliki 4 aspek strategis yang meliputi pertama, daerah pemilihan dan alokasi kursi; kedua, mekanisme pencalonan; ketiga, metode pemberian suara; dan keempat, formula pemilihan atau rumus untuk menentukan perolehan kursi dan calon terpilih.

Atas dasar tersebut, kata Hasyim, judicial review dengan perkara Nomor 114/PUU.XX/2022 dengan pemohon teridiri atas 2 orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai anggota partai politik tertentu, dan beberapa yang mengidentifikasi dirinya sebagai warga negara, tanpa identitas partai, dapat mempengaruhi empat aspek strategis sistem pemilu yang berlaku saat ini, dengan catatan permohonan tersebut dikabulkan MK.

Baca Juga :   Komisi VII Sebut BUMN Ini Belum Jalankan Kuota Pupuk Subsidi di Indonesia, Begini Penjelasannya

“Tentu saja karena judicial review, uji norma terhadap UU, maka sebagai pihak yang berkepentingan langsung adalah pembentuk UU yaitu DPR dan presiden,” ujar Hasyim.

Dalam proses judicial review, kata Hasyim, KPU dalam posisi yang dipanggil untuk menjawab dan memberikan keterangan, yang didahului dari pernyataan presiden dan DPR. Saat ini, prosesnya telah masuk agenda pleno lengkap karena 9 hakim sudah menyidangkan perkara tersebut.

“Karena seingat kami DPR masih reses dan belum dapat hadir memberikan keterangan, juga demikian pihak presiden, maka sidang ditunda. Diagendakan lagi tanggal 17 Januari 2023,” kata Hasyim.

Menurut hasyim, KPU sebagai pelaksana UU ketika memberikan keterangan dalam sidang tersebut, menggunakan cara pandang dari sisi perencanaan dan pelaksanaan. Dengan kata lain, KPU menggunakan cara pandang yang terdapat dalam UU Nomor 7 tahun 2017 yakni sistem proporsional daftar calon terbuka.

“Itu nanti yang akan kami sampaikan dalam keterangan persidangan tersebut. Sekali lagi saya pribadi maupun lembaga KPU tidak dalam posisi untuk cenderung atau mendorong, atau berpihak kepada sistem pemilu tertentu. Karena sekali lagi kami sebagai pelaksana UU. Kami menyadari betul soal itu,” katanya.

Baca Juga :   DPR Minta Pemerintah Komitmen Tegakkan HET Minyak Goreng

Sebagaimana diketahui, sebanyak 6 orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK.

Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup, di mana dengan sistem tertutup ini para pemilih hanya disajikan logo partai politik pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics