
Kemenko Perekonomian Perkirakan Triwulan II Ekonomi Indonesia Tumbuh Negatif

Raden Pardede, Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)/Detik
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan negatif atau minus pada triwulan kedua 2020 ini, setelah pada triwulan pertama mengalami pertumbuhan yang melambat dari sekitar 5% menjadi sekitar 3%.
Raden Pardede, ekonom yang kini menjadi Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan sejumlah indikator makro menunjukkan pelemahan sejak bulan Maret dan semakin parah pada bulan berikutnya. Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur misalnya mengalami penurunan ke level kurang dari 50 sejak Maret dan jatuh lebih dalam pada April dan Mei. PMI Manufaktur turun dari 45,3 pada Maret menjadi 27,5 pada April dan naik sedikit ke 28,6 pada Mei.
Data-data lainnya seperti Consumer Confidence Index, Retail Sales Index dan nilai tukar petani menunjukkan penurunan yang tajam hingga April.
Data indikator dini penjualan berdasarkan data perbankan juga menunjukkan hal yang sama dimana hampir semua sektor pada periode Januari-Mei penjualannya turun drastis. Tetapi bila dibandingkan antara bulan April dan Mei (month to month), pada Mei sudah kembali terjadi kenaikan dari mayoritas mengalami penurunan pada April.
“Dari data-data ini sangat jelas menunjukkan bahwa Mei kelihatannya sudah hit the bottom. Kita sudah di bawah tapi dalam situasi negative growth, terjadi kontraksi sampai Mei,” ujar Raden saat acara Ngopi Teko secara virtual yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (9/6).
Exit strategi dan pemulihan ekonomi nasional
Dari berbagai data pada April dan Mei tersebut, Raden mengatakan diperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua 2020 mengalami kontraksi.
“Proyeksi kita dari data-data itu, kelihatannya kita di negative growth. Kalau kita lihat sampai dengan Mei itu jelas di negative growth, di Juni juga masih negatif. Intinya di kuartal kedua negatif,” ujarnya.

Strategi keluar dari Covid-19 dan pemulihan ekonomi/Menko Perekonomian
Pertumbuhan yang negatif ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengendalikan Covid-19. Diharapkan dengan kebijakan pengendalian Covid-19 ini, jumlah kasus Covid-19 makin menurun dan pada sisi yang lain perekonomian juga akan perlahan-lahan tumbuh kembali.
Karena itulah pemerintah membuat strategi exit atau keluar dari Covid-19 dengan tetap memperhatikan sejumlah syarat perlu (necessary condition) seperti berkurangnya jumlah kasus, jumlah suspek dan kematian dalam kurun waktu 14 hari, jumlah tes dan contact tracing bertambah tidak hanya di kota besar namun juga di semua daerah, kapasitas pelayanan kesehatan, penerapan penggunaan masker, serta disiplin dari masyarakat itu sendiri untuk mematuhi protokol.
Bersamaan dengan strategi exit dari Covid-19 ini, upaya program pemulihan ekonomi juga dilakukan. Jadi keduanya berjalan bersamaan dan tidak bisa dipisahkan.
“Jadi kalau kita exit, itu artinya kita reopening yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap atau yang disebut kita masuk ke new normal dan pada saat yang sama dibutuhkan di situ kebijakan untuk pemulihan ekonomi nasional,”ujarnya.
Kebijakan pemulihan ekonomi nasional ini antara lain melalui pemberian jaring pengaman sosial dan juga pemberian jaring pengaman sektor riil melalui pemberian kredit modal kerja maupun restrukturisasi. “Pada saat kita membuka kembali ekonomi maka kita harus kasih darah kepada ekonomi itu. Darah itu adalah berupa kredit modal kerja atau pelonggaran dari sisi restrukturisasi,” jelasnya.
Leave a reply
