Bagaimana Prospek Harga dan Produksi CPO Tahun Ini? Begini Paparan dari Gapki

0
66
Reporter: Rommy Yudhistira

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan harga minyak sawit mentah (CPO) berkisar US$ 950 hingga US$ 1.000 per ton pada 2024. Kondisi ini dinilai tidak berbeda dengan yang terjadi pada 2023.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, proyeksi tersebut telah mempertimbangkan berbagai tantangan pada tahun ini, seperti ketidakpastian perekonomian global, eskalasi geopolitik, dan dampak ekonomi akibat krisis pandemi Covid-19. “Harga minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit, tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2023,” kata Eddy dalam keterangan resminya di HUT ke-43 Gapki ke-43 di Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa (27/2).

Sementara itu, kata Eddy, produksi kelapa sawit diperkirakan mengalami stagnan. Sedangkan untuk volume ekspor diperkirakan akan mengalami penurunan, terutama karena meningkatnya kebutuhan dalam negeri.

“Konsumsi dalam negeri diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia dan kebutuhan energi dengan adanya implementasi biodiesel B35 secara setahun penuh,” ujar Eddy.

Karena itu, lanjut Eddy, Gapki melakukan beberapa upaya untuk memastikan peningkatan produksi dan menjamin terpenuhi kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor. Pertama, Gapki akan menyelesaikan perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan.

Baca Juga :   Kemendag: Ekspor Melalui Bursa Berjangka Rencananya Hanya untuk CPO HS 15111000

Soal ini, kata Eddy, Gapki mengusulkan kebun sawit yang sudah memiliki alas hak baik SHM maupun sertifikat HGU, seharusnya bukan masuk dalam kategori kawasan hutan. “Penyelesaian Pasal 110 B (Undang-Undang Cipta Kerja) jangan sampai menyebabkan pengurangan areal yang signifikan yang akan berdampak kepada pengurangan produksi sawit,” tambah Eddy.

Kemudian, kata Eddy, Gapki akan memastikan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dapat berjalan sesuai dengan targetnya yaitu 180 ribu hektare per tahun. Hambatan yang masih ada harus dapat diselesaikan.

Lalu, kata Eddy, Gapki mendorong agar peraturan yang masih tumpang tindih dapat segera diselesaikan, khususnya peraturan yang berkaitan dengan kewajiban skema fasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM) 20%, karena dinilai menimbulkan polemik di lapangan.

“Untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan kemungkinan dibangun kebun sawit untuk energi, khususnya pada kawasan yang sudah terdegradasi, sehingga kebutuhan minyak sawit untuk energi tidak mengganggu kebutuhan untuk pangan, industri dalam negeri dan ekspor,” tuturnya.

Leave a reply

Iconomics