
Merilis Laporan Perpajakan, BKF: Belanja Pajak 2020 Turun Dibanding 2019

Kepala BKF Febrio Kacaribu
Kementerian Keuangan kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2020. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa Laporan Belanja Perpajakan menyediakan informasi belanja negara non tunai dalam bentuk berbagai insentif perpajakan yang telah diberikan oleh pemerintah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
“Dengan demikian, belanja perpajakan merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang cukup strategis, melengkapi instrumen belanja negara yang bersifat tunai di APBN dan berdampak langsung pada aktivitas ekonomi,” kata Febrio dalam siaran pers tertulis.
Besaran belanja perpajakan di tahun 2020 mencapai Rp234,8 triliun, atau sekitar 1,52% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 13,7% dari belanja perpajakan tahun 2019 yang nilainya sebesar Rp272,1 triliun atau sekitar 1,72% dari PDB.
BKF menyatakan bahwa meski sedikit menurun dibandingkan dengan belanja perpajakan tahun 2019, perlu diketahui bahwa kebijakan insentif yang diberikan oleh pemerintah pada masa pandemi di tahun 2020 semakin beragam di luar yang telah diberikan oleh pemerintah di tahun sebelumnya, antara lain PPh DTP Pasal 21, pembebasan PPh 22 impor, dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25, yang tidak seluruhnya termasuk dalam kategori belanja perpajakan. Di samping itu, pemerintah juga memberikan dukungan terhadap ekonomi berupa penurunan tarif PPh badan dari sebelumnya 25 persen menjadi 22 persen sejak tahun pajak 2020, yang dikategorikan sebagai perubahan benchmark belanja perpajakan bagi jenis Pajak Penghasilan. Dengan demikian, penurunan estimasi belanja perpajakan 2020 bukan disebabkan oleh berkurangnya dukungan pemerintah namun lebih disebabkan oleh menurunnya konsumsi serta profitabilitas perusahaan akibat pandemi Covid-19, sehingga menurunkan basis pemajakan dan menyebabkan rendahnya pemanfaatan fasilitas perpajakan. Walaupun begitu, terdapat peningkatan dukungan fasilitas perpajakan untuk jenis pajak Bea Masuk yang utamanya ditujukan untuk mendukung ketersediaan alat kesehatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.
BKF menyebut belanja perpajakan konsisten berpihak pada dunia usaha khususnya UMKM dan rumah tangga. Di tahun 2020, rumah tangga menikmati belanja perpajakan sekitar 40,8% dari keseluruhan belanja perpajakan. Adapun dunia usaha secara keseluruhan menikmati sekitar 59,2%, yang mana sebesar 25,5% merupakan fasilitas yang khusus ditujukan untuk UMKM.
Bila dilihat berdasarkan detail kebijakan insentif perpajakan, fasilitas yang nilainya cukup besar antara lain PPN tidak terutang yang diberikan kepada pengusaha kecil yang memiliki omzet sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun (threshold PPN) sebesar Rp40,6 triliun. Kedua, PPN tidak dikenakan atas barang kebutuhan pokok sebesar Rp27,7 triliun. Ketiga, pengecualian penghasilan tertentu BPJS sebagai objek PPh sebesar Rp22,2 triliun.
Keempat, penyederhanaan penghitungan PPh atas penghasilan usaha dengan peredaran tertentu (PPh Final UMKM) sebesar Rp16,2 triliun. Kelima, PPN tidak dikenakan atas jasa pendidikan sebesar Rp15,1 triliun. BKF menegaskan kebijakan-kebijakan tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah pada pengembangan usaha kecil dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Belanja perpajakan melengkapi alokasi belanja negara di APBN tahun 2020 dan amanat UU 2/2020 untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Hal tersebut tercermin dalam berbagai kluster stimulus yang termuat dalam Program PEN 2020, dengan realisasi anggaran, yaitu kesehatan sebesar Rp62,7 triliun; perlindungan sosial sebesar Rp216,6 triliun; dukungan terhadap UMKM sebesar Rp112,3 triliun; pembiayaan korporasi sebesar Rp60,7 triliun; insentif usaha sebesar Rp58,4 triliun; serta program prioritas Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda sebesar Rp65,2 triliun.
Bila turut mempertimbangkan semua insentif perpajakan yang masuk dalam program penanganan kesehatan serta pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat Covid-19, maka di tahun 2020, besarnya dukungan insentif perpajakan yang diberikan pemerintah paling tidak mencapai Rp290,0 triliun atau setara dengan 1,88% PDB.
Adapun total belanja APBN 2020 bertumbuh 12,4% dari Rp2.309,3 di tahun 2019 menjadi Rp2.595,5 triliun di tahun 2020 di tengah penerimaan APBN yang turun. Konsekuensi dari hal tersebut membuat realisasi defisit di tahun 2020 mencapai 6,14% PDB (pada 2019 sebesar 2,2% PDB) yang menunjukkan kerja keras APBN dalam menopang perekonomian selama pandemi.
Leave a reply
