
Sebelum Pencadangan, Laba PermataBank Tumbuh 24,2% di Semester I 2020

Ilustrasi/Katadata
Iconomics - PermataBank tetap membukukan pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan sebesar 24,2% pada semester I 2020. Kualitas aset PermataBank tetap terkendali, dengan posisi permodalan yang sangat kuat dan likuiditas terjaga dengan optimal. Penyaluran kredit dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan difokuskan pada nasabah yang sehat.
Dengan dukungan Bangkok Bank Plc (Bangkok Bank) sebagai pemegang saham pengendali yang baru, PermataBank optimis akan membukukan pertumbuhan bisnis secara berkesinambungan didukung dengan permodalan yang kuat untuk mendukung pertumbuhan dan pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia paska pandemi.
“Di Semester I tahun 2020 ini, kami bersyukur dapat tetap menjaga pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan, didukung dengan posisi likuiditas dan permodalan yang kuat. Bangkok Bank sebagai pemegang saham pengendali yang baru sangat berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan bisnis Bank Permata dalam jangka panjang, dengan sinergi bisnis yang menyeluruh baik di sektor UMKM maupun korporasi. Hal tersebut memberikan angin segar di tengah periode yang cukup berat bagi semua industri, tidak terkecuali perbankan baik di Indonesia maupun dunia,” ujar Ridha D.M. Wirakusumah, Direktur Utama PermataBank dalam siaran pers, Rabu (19/8).
PermataBank mencatatkan Laba Operasional Sebelum Pencadangan sebesar Rp1,7 triliun, tumbuh 24,2% year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terutama dikontribusikan oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 12,1% yoy. Hal ini sejalan dengan pencapaian rasio marjin bunga (Net Income Margin atau NIM) menjadi 4,5% atau meningkat dari 4,2% di periode yang sama tahun lalu. PermataBank terus mengupayakan disiplin dalam manajemen biaya operasional, sehingga rasio efisiensi juga menunjukkan perbaikan dengan rasio Cost to Income Ratio (CIR) tercatat sebesar 58,7% terus membaik secara signifikan dibandingkan posisi tahun lalu sebesar 62,8%.
Sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi dampak Covid-19, di semester I 2020 ini PermataBank telah mengalokasikan biaya pencadangan penurunan kualitas aset yang cukup signifikan sebesar Rp1,1 triliun dengan memperhitungkan potensi peningkatan kerugian kredit sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan perekonomian yang berdampak pada profil risiko portofolio kredit. Sebagai akibat dari penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) dari 25% menjadi 22% yang berlaku efektif di bulan Maret 2020, PermataBank juga mengakui tambahan beban pajak tangguhan yang berdampak pada penurunan laba setelah pajak.
Di tengah tantangan yang timbul sebagai dampak pandemi Covid-19 terhadap pertumbuhan kredit yang diberikan, PermataBank tetap memfokuskan penyaluran kredit bagi nasabah yang sehat. Penurunan kredit yang diberikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit yang dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk menjaga kualitas portofolio kredit. Selama kuartal II tahun 2020 sejalan dengan arahan regulator, PermataBank melaksanakan program restrukturisasi dan relaksasi kredit bagi nasabah yang terdampak Covid-19. Sampai dengan akhir Juni 2020, sekitar 15% dari portofolio kredit yang diberikan mengajukan permohonan restrukturisasi dan relaksasi dimana sebagian besar telah diselesaikan.
Posisi likuiditas PermataBank terjaga dengan baik dibuktikan dengan rasio likuiditas Loan-to-Deposit Ratio (LDR) optimum sebesar 80,7% di bulan Juni 2020 dan rasio CASA yang cukup kuat sebesar 52,1%. Pertumbuhan tabungan dan giro sebesar 11% yoy menunjukkan bahwa PemataBank terus memainkan peranan penting dalam mendukung nasabah untuk mengelola operasional bisnis serta kebutuhan likuiditasnya dengan baik. Dari sisi permodalan, rasio Common Equity Tier 1 (CET-1) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) juga terjaga dengan kuat pada posisi Juni 2020 masing-masing sebesar 20,2% dan 21,3%, meningkat dibanding 18,4% dan 19,8% pada periode yang sama tahun lalu, jauh lebih tinggi dari ketentuan minimum modal yang berlaku.
Walaupun kemampuan keuangan debitur terpengaruh oleh dampak pandemi di semua industri, namun Non-Performing Loan (NPL) Bank dapat dikelola dengan baik di level yang aman. Rasio NPL gross tercatat sedikit meningkat ke level 3,7% dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar 3,6% dengan NPL net yang terjaga pada level 1,8% dibandingkan posisi Juni 2019 sebesar 1,3%. Bank melakukan upaya berkelanjutan untuk perbaikan NPL melalui restrukturisasi kredit bermasalah, penghapusan kredit, penjualan kredit NPL dan pertumbuhan kredit good book.