
Sektor Perbankan Terjaga tapi Pertumbuhan Kredit Masih Terkontraksi

Tangkapan layar YouTube, Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung/Iconomics
Stabilitas sistem keuangan khususnya sektor perbankan pada masa pandemi Covid-19 dinilai masih terjaga dengan baik. Beberapa indikator menunjukkan kinerjanya masih positif. Likuiditas, misalnya, kondisinya melimpah sehingga tidak ada masalah dengan hal tersebut.
“Posisi rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 33,67%, jauh dari ambang batas minimumnya yakni 10%. Jadi, ini tentu saja tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan Bank Indonesia (BI) di bidang moneter untuk melonggarkan likuiditas,” kata Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (28/5).
Juda mengatakan, di samping likuiditas, sisi permodalan perbankan juga masih kuat. Pada Februari lalu rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan sempat turun sekitar 21% dan saat ini naik lagi di level 24%. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, CAR dengan 24% ini masih cukup tinggi.
Kemudian, kata Juda, dari sisi kredit macet (non-performing loan/NPL) sejuah ini juga cukup terjaga yang berada di posisi 3,22%. Begitu juga dari sisi profibilitas yang berada di posisi 4,53%. Sementara untuk Malaysia dan Singapura hanya berada di level sekitar 1,41%.
Akan tetapi, kata Juda, isu utamanya adalah mengapa kredit masih mengalami kontraksi dan pertumbuhannya masih negative. Per April 2021, misalnya, pertumbuhan kredit perbankan terkontraksi -2,28%. Lantas apa yang menyebabkan hal itu?
Dari sisi perbankan, kata Juda, permintaan akan kredit masih rendah. Tetapi, dari sisi nasabah menyebutkan perbankan masih belum mengucurkan kredit dan suku bunganya masih tinggi.
“Jadi dua faktor ini rupanya mempengaruhi tingkat pertumbuhan kredit,” kata Juda.
Leave a reply
