
Hati-hati Memilih Pinjol Agar Tidak Berujung Sengsara

Tongam Lumban Tobing, Ketua Satgas Waspada Investasi
Pinjaman online (pinjol) bisa berujung sengsara apabila peminjam (debitor) menggunakan jasa pinjol ilegal. Jenis pinjol ini tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK hanya mengawasi perusahaan pinjol yang terdaftar dan mendapatkan izin dari lembaga tersebut yang saat ini jumlahnya sebayak 121 perusahaan.
Tongam Lumban Tobing, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) mengatakan banyak pertanyaan dari masyarkat ‘apakah pinjol itu menyengsarakan?’ Bahkan ada yang menyeruhkan ‘tutup pinjol karena menyengsarakan.’
Faktanya, ungkap Tongam, saat ini jumlah debitur atau peminjam di pinjol itu mencapai 64,8 juta dengan akumulasi jumlah pinjaman mencapai Rp221,56 triliun dan outstanding pinjaman Rp23,37 triliun.
“Fakta dan data ini membuktikan memang pinjol itu dibutuhkan masyarakat. Dan mematahkan mitos atau pembicaraan masyarakat bahwa pinjol itu menyengsarakan. Dia menjadi menyengsarakan kalau masuk pinjol ilegal,” ujar Tongam dalam webinar ‘Memerangi Pinjol Ilegal dan Memperkuat Reputasi Fintech Lending’ yang digelar The Iconomics, Jumat (30/7).
Tongam mengatakan kebutuhan dana di masyarakat itu memang besar dan hal ini dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku pinjol ilegal untuk meraup keuntungan. Meski Satgas Waspada Investasi sudah memblokir setidaknya 3.365 entitas yang menawarkan pinjol ilegal ini, namun, diakui Tongam, tawaran pinjol tak berizin ini masih saja marak.
“Pemblokiran ini memang bukan solusi jangka panjang. Ini hanya untuk mengerem laju mereka. Kalau kita lihat perkembangannya, memang 2019 itu sangat tinggi. Kemudian kita rem 2020 dan 2021 ini menjadi berkurang. Karena memang secara masif kita lakukan pemberantasan baik melalui pemberantasan para pelaku, dan juga edukasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Namun, yang saat ini diwaspadai oleh Satgas adalah migrasi pinjol ilegal dari India, karena negara itu saat ini, juga sedang marak memeberantas pinjol ilegal. “Ini perlu antisipasi dari kita. Kita tentunya melihat data-data yang ada memang ada penurunan karena kita dapat informasi juga pinjol-pinjol ilegal ini sekarang sedang mencari pasar karena diburu di Indonesia, mencari pasar ke daerah-daerah Amerika Latin,” ujarnya, seraya menambahkan pinjol ilegal ini memang beroperasi lintas negara, menyasar masyarakat yang membutuhkan dana tetapi kurang teredukasi.
Kenapa Pinjol Ilegal Menyengsarakan?
Tongam mengatakan pinjol ilegal membebani masyarakat karena menetapkan suku bunga atau fee yang tinggi, denda tidak terbatas dan selalu menggunakan teror atau intimidasi pada saat penagihan.
Ada pun ciri-ciri yang biasanya melekat pada pinjol ilegal adalah tidak memiliki izin resmi. Tongam kembali mengingatkan bila ingin meminjam secara online, pinjamlah pada perusahaan legal yang saat ini berjumlah 121 perusahaan. Daftarnya ada di website OJK.
Identitas entitas pemberi pinjaman ilegal juga berubah-ubah alias tidak jelas. Bahkan nomor kontaknya bisa mencapai ribuan.
Pemberian pinjaman sangat mudah, tetapi bunganya sangat tinggi bahkan pinjaman yang disetujui langsung dipotong. Contoh pinjam Rp1 juta yang ditrasfer hanya Rp600 ribu. Kemudian, jangka waktu atau tenor pinjaman juga sering kali tidak konsisten. Misalnya, diperjanjikan 90 hari, tetapi dalam waktu tujuh hari sudah mulai ada penagihan. “Ini menjadikan masyarakat kita sangat berat dalam pinjaman ilegal ini,” ujarnya.
Ditambah lagi bunga dan dendanya juga selangit. “Yang paling mengerikan dan ciri khas dari pinjol ilegal ini adalah mereka itu selalu meminta kita untuk mengizinkan semua data dan kontak di HP bisa diakses. Inilah sumber malapetaka sebenarnya dan ini digunakan sebagai alat teror, intimidasi pada saat penagihan nanti,” ujar Tongam. Penagihan yang dilakukan sering kali tidak beretika.
Karena bukan entitas resmi, pinjol ilegal ini pun tidak ada pengawasnya. OJK hanya mengawasi perusahaan pinjol yang terdaftar dan atau berizin. Meski tidak diawasi, tetapi Tongam menegaskan, pinjol ilegal ini diberantas oleh Satgas Waspada Investasi.” Konteks pengawasan tidak ada, tetapi konteks pemberantasan yang ada,” ujarnya.
Pinjol ilegal ini tak hanya beroperasi melalui aplikasi. Tetapi tak jarang juga melakukan penawaran melalui pesan singkat (SMS), WhatsApp, dan juga media sosial lainnya.
Tongam mengatakan ciri fintech atau pinjol ilegal ini kontras dengan fintech legal yang terdaftar di OJK. Dalam hal akses data misalnya. Fintech legal “hanya bisa mengakses tiga hal di HP kita yaitu kamera, microphone dan lokasi,” ujar Tongam.
Fintech legal, selain diawasi oleh OJK, juga oleh asosiasi untuk penegakan kode etik.
Leave a reply
