Konsolidasi Fiskal Lebih Cepat, Realisasi Defisit APBN Tahun 2022 Sebesar 2,38% dari PDB

0
297

Pemerintah berhasil melakukan konsolidasi fiskal lebih cepat dari yang diperkirakan, didukung oleh kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Defisit APBN yang diproyeksikan masih berada di atas 3% terhadap PDB pada tahun 2022, berhasil ditekan ke level di bawah 3%, lebih cepat dari yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.2 tahun 2020.

Dalam APBN tahun 2022, defisit APBN diproyeksikan sebesar 4,5%. Namun, realisasinya sepanjang tahun 2022 lalu sebesar 2,38% dari PDB.

“Ini menunjukkan konsolidasi fiskal lebih cepat dari amanat Undang-Undang 2 tahun 2020,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Senin (17/1).

Sejak tahun 2020, defisit APBN diizinkan lebih dari 3% sebagai respons atas kelesuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Namun, Undang-Undang No.2 tahun 2020 menegaskan defisit APBN harus kembali ke level kurang dari 3% terhadap PDB pada tahun 2023.

Defisit APBN yang berada di bawah 3% pada tahun 2022  didukung oleh peningkatan pendapatan negara. Airlangga mengatakan sepanjang tahun 2022 lalu, pendapatan negara mencapai 115,9% di atas target, tumbuh 30,6% dibandingkan pendapatan negara tahun 2021. Peningkatan pendapatan negara ini terjadi karena penerimaan pajak yang mencapai 115,6% di atas target dan PNBP yang mencapai 112,2% di atas target.

Baca Juga :   GoTo IPO, Pemerintah akan Selalu Mendukung Ekosistem Industri Digital

Sementara di sisi lain, Airlangga mengatakan, realisasi belanaja negara pada tahun 2022 mencapai 95,5% dari target, tumbuh 10,9% dibanding tahun 2021. Belanja pemerintah pusat mencapai 98,8% dari target.

Lebih rinci, pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN tahun 2022 telah mendorong pemulihan ekonomi makin kuat dan tetap stabili. Belanja negara pada tahun 2022 tumbuh 10,9% mencapai Rp3.090,7 triliun. Sementara, pendapatan negara tumbuh 30,5% mencapai Rp2.626,4 triliun.

“Defisit kita jauh lebih kecil yang tadinya harusnya 4,5% menjadi hanya 2,38% atau turun Rp310 triliun,” ujar Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani pemulihan ekonomi telah mendorong peningkatan penerimaan pajak. Pajak badan pada tahun 2022 tumbuh 71,7% yang menggambarkan pemulihan dunia usaha atau sektor korporasi. Pada masa pandemi, penerimaan pajak badan sempat menurut 37,9%.

Demikian juga penerimaan pajak karyawan. Pada tahun 2022 lalu, naik 14,6%, setelah sebelumnya selama pandemi sempat merosot 4,4%.

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga naik 24,6% pada tahun 2022, setelah sebelumnya mengalami kontraksi 15,3% pada awal Covid-19.

Baca Juga :   Banggar Sepakati Perubahan Asumsi Harga Minyak karena Faktor Pasokan dan Geopolitik

Penerimaan bea dan cukai pada tahun 2022 lalu meningkat 23,3%. Sementara, PNBP naik 28%, yang didukung oleh kenaikan PNBP sumber daya alam, BLU dan dividen BUMN.

Sri Mulyani mengatakan pada tahun 2022, APBN telah menjadi instrumen yang sangat strategis untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi pada saat dunia dihadapkan pada kondisi volatilitas harga komoditas, inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang menekan pertumbuhan ekonomi.

“APBN selama tahun 2022 menjadi faktor untuk menstabilkan dan menjaga masyarakat dan ekonomi dari guncangan-guncangan tadi. Inflasi di Indonesia masih relatif rendah, ini karena kita berhasil menjaga harga pangan  tetap stabil sehingga mengkontribusikan inflasi yang relatif lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi kita juga sudah mulai pulih dan momentumnya menguat pada kuartal ketiga dan di kuartal keempat ini kita perkirakan masih akan tumbuh di sekitar 5%. Sehingga total pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 hingga 5,3%,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics