Wamenkeu Luruskan Simpang Siur Data Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun

0
289
Reporter: Maria Alexandra Fedho

Kementerian Keuangan mengungkapkan tidak ada perbedaan dengan transaksi mencurigakan yang diungkap Menteri Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD sebesar Rp349 triliun. Hanya saja beda klasifikasi.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menjelaskan bahwa ada perbedaan klasifikasi data sehingga menyebabkan terlihat berbeda. “Menteri Keuangan menyampaikan di Komisi XI, Pak Menko (Menkopolhukam Mahfud MD) menyampaikan di Komisi III, hari ini saya tunjukkin sama, itu esensinya. Data itu klasifikasinya saja yang beda, begitu klasifikasinya disetel dikit, sama,” kata Suahasil dalam Media Briefing pada 31 Maret 2023.

Menurut Wamenkeu, surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tertanggal 13 Maret 2023 yang dikirim dari PPATK, ada 200 surat ke Kemenkeu, dan 100 surat ke Aparat Penegak Hukum (APH).

“Dari yang 200 surat ini berisikan 65 surat yang tentang korporasi, dan 135 surat terkait korporasi dan pegawai Kemenkeu,” jelas Suahasil.

Terkait 200 surat yang dikirim kepada Kemenkeu itu sebanyak 135 surat terkait korporasi dan pegawai bernilai Rp22 triliun, sedangkan 65 surat terkait korporasi bernilai Rp253 triliun.

Baca Juga :   Sudah Biayai 21 Proyek, Apa Lagi yang Dikejar Penjaminan Infrastruktur Indonesia?

Suahasil mengungkapkan bahwa dari Rp22 triliun yang berasal dari 135 surat tersebut, sebanyak Rp18,7 triliun untuk korporasi, dan Rp3,3 triliun transaksi pegawai.

“Kenapa transaksi pegawai ada disini? karena biasanya kita melakukan kalau mau bikin mutasi pegawai, mau bikin promosi pegawai, mau bikin panitia-panitia seleksi yang ada pegawai Kemenkeu pasti kita minta data clearance kepada PPATK,” ungkapnya.

Sebanyak Rp3,3 triliun itu merupakan akumulasi transaksi kredit debet pegawai yang didalamnya terdapat penghasilann resmi, transaksi dengan keluarganya, maupun transaksi jual beli harta.

Wamenkeu menjelaskan bahwa total transaksi janggal sebesar Rp349 tersebut bila ditotal dengan 100 surat dari PPATK yang dikirimkan ke APH dengan nominal Rp74 triliun. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD di Komisi III belum lama ini hanya beda pengklasifikasian data saja.

“Kementerian Keuangan itu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada APH, karena itu semua surat yang dikirimkan ke APH itu kita kelompokkan menjadi satu,” lanjutnya.

Baca Juga :   Adaptif dengan Digitalisasi, DJP Meluncurkan Aplikasi Mobile M-Pajak

Suahasil juga mengklarifikasi bahwa dari Rp22 triliun, sebanyak Rp18,7 triliun itu tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu atau yang disebut sebagai perusahaan cangkang-cangkang. Dalam hal ini, Wamenkeu menggambarkan lima perusahaan tersebut menjadi perusahaan PT A, PT B, PT C, PT D dan PT E, serta PT F.

Nominal transaksi pada PT A sebanyak Rp11,38 triliun, dan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan. Pemeriksaan transaksi tersebut dilakukan dan ditemukan PT A memiliki lima rekening, dan keseluruhan rekening dibuka dan dianalisis. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ditemukan aliran dana ke rekening si pegawai atau keluarga pegawai yang terkait dengan pegawai tersebut.

Pada PT B merupakan perusahaan otomotif yang nominal transaksinya sebanyak Rp2,76 triliun. Data transaksi ini diminta oleh Inspektorat Jenderal untuk dilakukan audit, investigasi terkait pekerjaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu.

“Perusahan ini di otomotif, bukan cangkang,” tegasnya.

Di PT C dengan nominal sebanyak Rp1,88 triliun ini dilakukan pengawasan internal karena adanya dugaan kepentingan, namun setelah dilakukan pemeriksaan tidak terbukti dan ini merupakan perusahaan penyediaan pertukaran data.

Baca Juga :   Setelah THR, Awal Juli ASN dan Pensiunan Terima Gaji ke-13

Pada PT D dan E ini merupakan orang pribadi, yang dilakukan atas inisiatif PPATK untuk mengukur penerimaan negaranya yang kemudian dikirimkan ke Kementerian Keuangan. Adapun untuk PT D dan E ini tercatat transaksi nominalnya sebanyak Rp2,22 triliun.

Sedangkan di PT F dengan nominal sebanyak Rp452 triliun ini dilakukan atas permintaan Inspektoral Jenderal di tahun 2020 saat melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atas dugaan penyimpangan pengadaan dan gratifikasi. Pada perusahaan ini, terdapat 14 rekening dan dilakukan pemeriksaan dan pendalaman satu per satu. Namun dari hasil pemeriksaan teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional perusahaan.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics