Antisipasi Rencana IPO Perusahaan Teknologi, BEI Perlu Penyesuaian, Apa Saja Itu?

0
701

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan merancang penyesuaian kebijakan untuk mengakomodir perusahaan teknologi berskala unicorn dan decacorn dalam rangka penawaran umum perdana (IPO). Soal ini, Indonesia Fintech Society (IFSoc) mendukung inisiatif papan akselerasi dari BEI untuk perusahaan teknologi non-unicorn agar mendapatkan akses pendanaan yang lebih terbuka baik dari investor dalam negeri maupun asing.

Meski demikian, kata Steering Committee IFSoc Rudiantara, pihaknya  menyoroti beberapa isu yang memerlukan penyesuaian kebijakan, antara lain banyaknya perusahaan teknologi dengan bottom line yang belum mencatatkan laba dan tanpa tangible assets bernilai besar seperti perusahaan konvensional, namun memiliki pertumbuhan bisnis yang tinggi. IFSoc berpandangan BEI dan regulator terkait dapat menyesuaikan parameter bagi eligibilitas perusahaan teknologi untuk melakukan IPO terkait performa bisnis, keuangan serta tangible assets, namun tetap memperhatikan aspek kesetaraan bagi perusahaan konvensional.

“Selain itu, perusahaan teknologi juga memiliki karakteristik untuk melakukan fundraising atau right issue dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga diperlukan penyesuaian kebijakan yang dapat mengakomodasi right issue perusahaan teknologi secara periodik dengan intensitas yang wajar,” kata Rudiantara dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.

Baca Juga :   Komisi V DPR Perjuangkan Anggaran Kementerian PUPR untuk 2023 Sesuai Kebutuhan

Rudiantara mengatakan, hal ini menimbulkan konsekuensi bagi investor minoritas di mana kepemilikan saham mereka akan terdilusi dengan dilakukannya right issue. IFSoc karena itu berpandangan penyesuaian kebijakan ini harus tetap mengedepankan keberpihakan kepada investor minoritas.

Satu isu penting lainnya, kata Rudiantara, adalah struktur saham di Indonesia belum menerapkan multiple voting shares (MVS), yaitu suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya. MVS memungkinkan para pendiri perusahaan teknologi  menjadi pemegang saham minoritas namun memiliki kendali untuk mengarahkan inovasi dan mempertahankan visi jangka panjang perusahaan.

Di sisi lain, kata mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu, terdapat kepentingan untuk tetap melindungi investor minoritas. IFSoc berpandangan, diperlukan kriteria yang terukur terkait besaran voting rights yang dapat dimiliki oleh pendiri perusahaan untuk menyeimbangkan kepentingan investor minoritas.

Kemudian, kata Rudiantara, perusahaan teknologi juga perlu mengimplementasikan good corporate governance dengan memperkuat struktur  organisasi perusahaan dengan komite audit, divisi internal audit dan penunjukan komisaris independen sehingga setiap keputusan pendiri dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Di samping itu, perlu adanya komunikasi secara berkala kepada investor untuk menjelaskan peta jalan dan perkembangan perusahaan menuju kondisi keuangan yang sehat.

Baca Juga :   Resmi IPO, Ini Prospek Bisnis Adhi Commuter Properti

“Semua penyesuaian kebijakan terkait startup yang hendak IPO harus selalu mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan investor minoritas dan publik namun juga tetap memberikan insentif yang menarik bagi potensi masuknya pendanaan dari investor global ke Indonesia,” katanya.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics