Komisi V Minta Pemerintah Subsidi Bandara Perintis karena Sepi Penerbangan Komersial

0
308
Reporter: Rommy Yudhistira

Ketua Komisi V DPR Lasarus mendesak pemerintah untuk mensubsidi bandara perintis yang ada di beberapa daerah. Pasalnya, bandara perintis itu sama sekali belum melayani penerbangan komersial.

Menurut Lasarus, walau ada bandara perintis yang memiliki jadwal komersial, namun belum ada maskapai yang mau masuk ke bandara tersebut. Hal tersebut dinilai karena rendahnya permintaan dan mahalnya harga tiket sehingga tidak ada maskapai yang mau masuk ke bandara komersial itu.

Lasarus lantas mencontohkan bandara perintis di Kalimantan Barat di mana ada pengurangan jumlah maskapai yang memiliki jadwal di sana. Sebelumnya maskapai yang masuk di bandara perintis itu ada 3 yakni Garuda Indonesia, Wings Air, dan Nam.

“Tapi, sekarang tinggal hanya 1 maskapai, Wings. Itu 3 kali seminggu. Yang saya dapatkan keluhan dari masyarakat itu mahal, tinggi harganya. Pasti tinggi karena maskapainya hanya satu yang terbang. Tidak ada kompetitor,” ujar Lasarus.

Karena itu, kata Lasarus, persoalan tersebut agar bisa diselesaikan pihak-pihak terkait, sehingga masyarakat dapat merasakan infrastruktur yang selama ini sudah dibangun pemerintah. Akan tetapi, persoalan menurunkan harga ini menjadi urusan bersama.

Baca Juga :   Anggota DPR Ini Minta Indonesia Contoh Pemilu Kamboja tanpa Hujat dan Fitnah

“Saya rasa ini menjadi PR kita bersama terkait konektivitas udara ini. Persoalannya sekarang kalau dari sisi Kemenhub menyiapkan infrastruktur cukup, bandara kita saya pikir sudah cukup. Yang jadi masalah ini tidak ada pesawat yang terbang,” ujar Lasarus.

Sementara itu, Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, persoalan penerbangan memang menjadi masalah global yang ada saat ini. Berkurangnya jumlah maskapai yang ada di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab sepinya maskapai yang tersedia di bandara.

Berdasarkan hasil komparatif yang dilakukan Kemenhub, kata Budi, perjalanan Jakarta-Dubai dan Jakarta-Singapura, harga tiketnya relatif 2 kali lipat di mana hal itu berbanding lurus dengan kondisi saat ini. “Pesawat yang ada di Indonesia ini berkurang lebih dari 600. Sekarang ini tidak sampai 300, jadi tidak sampai 50%, sehingga terjadi kekurangan. Mengapa mahal, karena memang ongkos bahan bakar itu lebih dari 50%,” kata Budi Karya.

Budi mengatakan, pihaknya juga telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Selain itu, Kemenhub juga telah mengadakan rapat bersama Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan tersebut.

Baca Juga :   Komisi VI Minta Lippo Group Penuhi Komitmen soal Unit Meikarta, Ini Jawaban Presdir

Adapun langkah-langkah strategis tersebut, kata Budi Karya, dengan melakukan penertiban, dan mengundang beberapa penerbangan dari maskapai yang memang berminat untuk berada di bandara-bandara daerah.

“Pesawat itu kalau occupancy di bawah 50% mereka rugi. Karenanya, ada block guaranty yang dilakukan pemerintah daerah secara bersama-sama. Ini yang paling sukses itu adalah di Toraja. Jadi Toraja dan Makassar itu disubsidi pemda, provinsi dan kabupaten. Uang subsidi itu sekarang digunakan untuk Toraja ke Balikpapan,” tutur Budi.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics